Kabar24.com, JAKARTA - Presiden Turki Tayyip Erdogan meminta dukungan dari warga dalam kampanye akhir pada Sabtu (15/4/17), sehari menjelang pemungutan suara.
Referendum tersebut akan menghapus sistem parlementer yang selama ini berlaku di sana. Erdogan ingin mengubah sistem tersebut menjadi sistem presidensial yang dapat memberinya kekuatan lebih.
“Minggu (16/4/2017) akan menjadi titik balik bagi Turki dalam upaya melawan terorisme. Kami akan menyelesaikannya dalam referendum besok,” kata Erdogan.
Dia mengingatkan para pendukungnya untuk memilih “ya” dalam pemungutan suara esok hari. Menurutnya, hal tersebut merupakan bagian dari kehormatan yang mereka miliki sebagai warga negara Turki.
Erdogan menilai perubahan sistem perlu dilakukan untuk memperkuat keamanan dan tantangan politik yang Turki hadapi. Namun, hal tersebut ditentang oleh kubu opisisi.
Mereka menilai langkah tersebut akan menghasilkan sebuah pemerintahan yang lebih otoriter. Pasalnya, terhitung sejak adanya upaya kudeta pada Juli tahun lalu, tercatat 40.000 orang telah ditangkap dan 120.000 dipecat dari pekerjaannya karena dituduh terlibat dalam peristiwa itu.
Negara-negara Barat telah mengkritisi adanya upaya Erdogan. Bahkan, Uni Eropa menyebut hubungan Turki dengan negara Eropa berada di titik terendah sejak Presiden mereka mengampanyekan adanya referendum tersebut.
Sekitar 55 juta rakyat Turki akan memilih melalui 167.140 tempat pemungutan suara, Minggu waktu setempat. Mereka diberi waktu sejak pukul 07.00 pagi hingga 17.00 untuk menentukan pilihan.
Paket referendum yang akan diamandemen yakni penghapusan peran perdana menteri dan memberikan presiden otoritas penuh dalam menentukan anggaran. Selain itu, presiden dapat mengambil langkah sendiri dalam kondisi darurat.
Kelompok pendukung reformasi menilai selama ini telah terjadi dualisme dalam sistem pemerintahan negara itu. Kondisi tersebut dinilai akan memicu terjadinya kebuntuan dalam pengambilan keputusan.