Kabar24.com, JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) tak terlalu mempermasalahkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 35 huruf C Undang-Undang Kejaksaan soal kewenangan seponering (pengesampingan perkara).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung M. Rum mengatakan, ada atau tidak putusan tersebut, Jaksa Agung tetap akan meminta pendapat dan saran dari institusi terkait lainnya.
"Itu sudah sering dilakukan, dan memang prosedurnya demikian," kata Rum di Jakarta, Jumat (13/1).
Dia menambahkan, kendati menyatakan, kewenangan seponering yang tercantum dalam Pasal 35 huruf C Undang-Undang Kejaksaan itu inkonstitusional bersyarat, namun majelis hakim konstitusi mengakui, sebagai negara yang menganut azas opurtunitas, kewenangan seponering adalah wewenang Jaksa Agung.
"Ya itu sudah wewenang opurtunitas kami. Majelis juga sudah menjelaskan itu dalam pertimbangannya," jelasnya.
Adapun sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terkait kewenangan pengesampingan perkara (seponering) yang dimiliki Jaksa Agung.
MK menganggap, pengajuan uji materi yang diajukan oleh Irwansyah Siregar dan Dedi Nuryadi, dua orang yang diduga korban penganiayaan Novel Baswedan, penyidik KPK yang sebelumnya bekas Kasat Reskrim Polresta Bengkulu itu berasalan secara hukum.
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat bahkan menyatakan, Pasal 35 huruf C Undang-Undang Kejaksaan yang mengatur kewenangan seponering itu inkonstitusional bersyarat.
Salah satu pertimbangan hakim terkait putusan itu yakni keberadaan frasa bahwa kewenangan seponering merupakan wewenang Jaksa Agung. Frasa itu menurutnya sangat rentan disalahartikan hanya untuk kepentingan pimpinan lembaga Adhyaksa tersebut.
Apalagi, jika melihat situasi saat ini, keberadaan saran dari badan terkait sifatnya tidak mengikat, akibatnya kesan yang muncul kemudian adalah kewenangan mengesampingkan perkara itu wewenang penuh Jaksa Agung.
Padahal, keluarnya seponering itu harus didasarkan oleh kepentingan umum, yang bisa ditafsirkan untuk kepentingan masyarakat luas.
Karena itu, untuk menghindari konflik kepentingan terhadap kewenangan tersebut, majelis hakim konstitusi menggaris bawahi bahwa, frasa yang awalnya hanya memperhatikan pendapat badan terkait, ditekankan supaya wajib memperhatikan saran dan pendapat badan negara lainnya.
Kendati menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersayarat, namun MK mengakui, di negara yang menganut azas opurtunitas, pengesampingan perkara demi kepentingan umum tidak mengabaikan hak-hak konstitusional warga negara.
Oleh karena itu, karena Indonesia sebagai negara yang menganut azas opurtinistas, seponering tidak bertentangan dengan UU 1945.
Berdasarkan catatan Bisnis, ada beberapa nama yang mendapat kewenangan istimewa dari Jaksa Agung tersebut. Deretan nama misalnya Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Bibit Samad Riyanto, dan Chandra Hamzah sempat merasakan kewenangan Jaksa Agung itu.
Keempatnya merupakan bekas komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sempat terjerat perkara pidana di kepolisian.