Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PRAPERADILAN IRMAN GUSMAN: KPK Serahkan 32 Bukti Dokumen

Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan 32 dokumen sebagai bukti untuk memperkuat jawaban atas permohonan praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman.
Irman Gusman (tengah) keluar dari gedung KPK seusai diperiksa penyidik terkait kasus dugaan suap kuota impor gula, Jakarta, Sabtu (17/9)./Antara
Irman Gusman (tengah) keluar dari gedung KPK seusai diperiksa penyidik terkait kasus dugaan suap kuota impor gula, Jakarta, Sabtu (17/9)./Antara

Kabar24.com, JAKARTA - KPK mengajukan 32 dokumen pada sidang gugatan praperadilan yang diajukan Irman Gusma. 

Komisi Pemberantasan Korupsi menyerahkan 32 dokumen sebagai bukti untuk memperkuat jawaban atas permohonan praperadilan yang diajukan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Irman Gusman.

"Ada 32 dokumen bukti mulai dari bukti T-1 sampai bukti T-32," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi usai sidang lanjutan praperadilan Irman Gusman di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (28/10/2016).

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (28/10) kembali menggelar sidang lanjutan praperadilan Irman Gusman yang beragendakan pembuktian dari KPK sebagai pihak termohon.

Menurut Setiadi, isi dari dokumen bukti tersebut mulai dari surat perintah penyidikan (sprindik), surat perintah penahanan, administrasi penyidikan, dan dokumen lainnya.

"Termasuk dari beberapa dokumen terkait masalah gula dan sebagainya," ucap Setiadi.

Dalam permohonan praperadilannya, Irman Gusman secara total mengajukan 11 pokok permohonan (petitum).

Pertama, mengabulkan permohon pemohon praperadilan untuk seluruhnya.

Kedua, menyatakan penyidikan oleh termohon dalam perkara ini adalah tidak sah dan tidak berdasarkan hukum dan oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ketiga, menyatakan tidak sahnya penangkapan dan penahanan dari konteks surat perintah penahanan oleh termohon Sprinap/84/01/09/2016 tetanggal 17 September 2016.

Keempat, menyatakan surat perintah penyidikan nomor spindik 66/01/09/2016 tertanggal 17 September 2016 yang menetapkan pemohon sebagai tersangka oleh termohon terkait tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 12 Huruf A, Pasal 12 Huruf D dan Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum.

Oleh karenanya penyidikan aquo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Kelima, menyatakan penetapan tersangka terhadap diri pemohon adalah tidak sah.

Keenam, menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh pemohon yang berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon oleh termohon.

Ketujuh, menetapkan uang Rp100 juta rupiah adalah gratifikasi yang harus diserahkan kepada KPK sesuai dengan ketentuan pasal 26 C Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.

Kedelapan, memerintahkan agar sebuah handphone blackberry dengan memory card merek sundisk dengab kapasitas 16 GB dan kartu sim Telkomsel dengan nomor 081185499 dikembalikan kepada pemohon.

Kesembilan, merehabilitasi atau memulihkan nama baik pemohon sesuai dengan harkat martabatnya sebagai Ketua DPD RI.

Kesepuluh, memerintahkan pemohon agar dikeluarkan dari tahanan.

Kesebelas, memerintahkan biaya perkara yang ditanggung kepada negara.

Irman Gusman sendiri telah diberhentikan dari jabatan Ketua DPD RI setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pidana oleh KPK.

Kasus ini diawali dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang terjadi pada Sabtu, 16 September 2016 dini hari terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di rumah Irman di Jakarta.

Kedatangan Xaveriandy dan Memi adalah untuk memberikan Rp100 juta kepada Irman yang diduga sebagai ucapan terima kasih karena Irman memberikan rekomendasi kepada Bulog agar Xaveriandy mendapatkan jatah untuk impor tersebut.

Irman Gusman dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.

Xaveriandy dan Memi disangkakan menyuap Irman dan jaksa Farizal yang menangani perkara dugaan impor gula ilegal dan tanpa Standar Nasional Indonesia (SNI) seberat 30 ton dimana Xaveriandy merupakan terdakwanya.

Uang suap yang diberikan kepada Farizal adalah sebesar Rp365 juta dalam empat kali penyerahan, sebagai imbalannya, Farizal dalam proses persidangan juga bertindak seolah sebagai penasehat hukum Xaveriandy seperti membuat eksekpsi dan mengatur saksi saksi yang menguntungkan terdakwa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper