Kabar24.com, JAKARTA - Hasil sementara referendum Inggris yang terlihat sangat ketat menyebabkan negara tersebut terbelah ke dalam dua kubu sementara pound sterling terpukul dalam karena kekhawatiran masyarakat akan terjadinya brexit.
Opsi untuk keluar dari Uni Eropa sementara unggul dengan 51.3% dalam referendum Kamis (24/6/2016). Sementara, opsi untuk tetap masih tertinggal debgan 48.7%. Hasil ini didapat dari 206 TPS dari total 382 TPS yang dibuka.
Hasil awal menunjukkan pihak yang mendukung Inggris untuk keluar melebihi ekspektasi lembaga survei. Opsi untuk keluar dari Uni Eropa mendekati angka 70% di Hartlepool, wilayah timur laut Inggris serta di Basildon wilayah dekat London.
Belum jelas apakan jumlah suara pemilih pro Uni Erop di Ibu Kota dan Skotlandia akan cukup untuk menyeimbangkan keadaan. Di distrik Haringey London, 76% suara memenangkan opsi untuk tetap menjadi anggota Uni Eropa.
“Menurut saya [hasil pemilihan] hanya akan selisih tipis. Ada suara yang termarjinalisir,” kata John Mc Donnell, juru bicara Departemen Keuangan partai oposisi Labour Party yang memilih untuk tetap sebagai anggota UE seperti dikutip dari Reuters, Jumat (24/6/2016).
Sementara itu, analis politik dan jajak pendapat terkemuka John Curtice mengatakan, bahwa saat ini, setidaknya opsi untuk keluar terlihat lebih banyak dari yang diperkirakan. Jika hal ini terus berlanjut maka Inggris akan benar-benar keluar dari Uni Eropa.
Mata uang Inggris berfluktuasi liar. Pada awalnya terlihat menguat dengan harapan Inggris akan tetap menjadi bagian dari Uni Eropa. Namun, kemudian melemah sebanyak 10 sen, pelemahan tertajam yang pernah terjadi. Pada pukul 02.32 waktu setempat, sterling melemah 5.6% dalam sehari ke level US$1,4045.
Ini menjadi pelemahan terparah, bahkan jika dibandingkan dengan Black Friday tahun 1992, ketika investor George Soros berperan penting mendesak sterling keluar dari mekanisme nilai tukar (exchange rate mechanism).