Bisnis.com, PEKANBARU-- Polda Riau mencekal pimpinan PT Palm Lestari Makmur agar tidak keluar negeri karena perusahaan asal Singapura itu terlibat pembakaran hutan dan lahan di Kabupaten Indragiri Hulu.
Kapolda Riau Brigjen (Pol) Dolly Bambang Hermawan mengatakan bahwa pimpinan perusahaan itu belum ditetapkan sebagai tersangka. Namun, dengan pencekalan itu pimpinan perusahaan perusahaan CPO itu terindikasi kuat melakukan pembakaran.
"Ada dua perusahaan Singapura yang masuk dalam proses penyidikan. Perusahaan Singapura yang beroperasi di Indragiri Hulu dicekal ke luar negeri," ungkapnya, Jumat (16/10/2015).
Polisi sedang mengumpulkan bukti dan mencari pimpinan yang bertanggungjawab dengan kebakaran hutan dan lahan dengan luas 29 hektare lahan di Indragiri Hulu itu.
"Kami mencekalnya agar pemeriksaan tidak terganggu," sambung Dolly.
Selain PT Palm Lestari Makmur, penyidik Direktorat Reserse Kriminal Khusus juga menyidik PT Pan United yang juga perusahaan milik Singapura yang diduga membakar hutan/lahan di Kabupaten Bengkalis dengan lahan seluas 200 hektare.
Polisi juga belum menetapkan tersangka dari perusahaan tersebut. Jenderal Dolly mengatakan penyidik memerlukan bukti yang kuat untuk menjerat pimpinan sebagai tersangka. Polda Riau juga berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam menyeret perusahaan ke jalur hukum.
Di sepanjang tahun ini, Polda Riau beserta jajaran Polres telah menetapkan 64 orang tersangka pembakar hutan dan lahan, termasuk Direktur PT Langgam Inti Hibrido Frans Katihotang sebagai tersangka.
Sebagian tersangka sudah masuk dalam proses persidangan dan sudah menjalani putusan pengadilan. Polda Riau dan jajaran juga menyidik 18 perusahaan yang terindikasi kuat melakukan pembakaran hutan dan lahan.
Tersangka pembakar itu dikenai Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda Rp1,5 miliar.
Penyidik juga mengenakan tersangka melanggar Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun dan denda Rp1,5 miliar dan Undang-undang No. 18 tahun 2013 dengan ancaman hukuman penjara 8 sampai 20 tahun dan denda sampai Rp50 miliar.