Kabar24.com, JAKARTA --Tiga anggota kepolisian masing-masing Babinkamtibmas, Kanit Serse, dan Kapolsek, ditengarai menerima "jatah preman" dari aktivitas tambang pasir ilegal di Lumajang, Jawa Timur. Seperti diketahui, aktivis antitambang ilegal Salim alias Kancil tewas dianiaya sejumlah orang di wilayah ini.
Kepala Divisi Propam Polri Inspektur Jenderal Pol. Budi Winarso menyatakan tiga polisi yang diduga menerima gratifikasi tambang ilegal di desa Selok Awar-Awar, Pasirian Lumajang, baru enam bulan melakukan aksinya.
"Tapi pertambangannya semenjak 2014. Bukan polisi saja, macam-macam. Wartawan ada minta jatah preman. Tidak boleh begitu, makanya kami periksa [tiga polisi itu]," katanya di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (9/10/2015).
Ketiga polisi itu, kata Winarso, adalah Kepala Kepolisian Resort, Badan Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, dan Kepala Unit Reserse.
Menurut Winarso, Kanit Serse sebenarnya tahu tambang itu ilegal, tapi dibiarkan.
"Itu ramai-ramailah," katanya.
Lebih lanjut Winarso mengatakan ketiga polisi tersebut sudah menjalani pemeriksaan. Tetapi untuk pemberian sanksi kode etik masih menunggu putusan pidana pembunuhan, tambang ilegal, dan ketidakdisiplinan.
"Iya, kami internalnya saja. Tapi menunggu yang ini selesai dulu," katanya.
Winarso juga membantah bila polisi membiarkan laporan ancaman pembunuhan terhadap aktivis Salim alias Kancil.
Malah, ujarnya, laporan tersebut sudah ditangani. "Katanya laporan tidak ditangani, itu ditangani," katanya.
Seperti diberitakan, Babinkamtibmas Aipda SP, Kanit Reskrim Ipda SH, dan Kapolsek Pasirian AKP S diduga menerima uang dari Kades Haryono, tersangka kasus pembunuhan petani sekaligus aktivis penolak tambang,Salim Kancil.