Kabar24.com, JAKARTA— Indonesia baru saja mendapat tambahan kuota haji sebanyak 10.000 orang mulai tahun depan.
Tambahan kuota tersebut membuat 178.000 masyarakat Indonesia berangkat ke Mekah, Arab Saudi pada 2016.
Penambahan kuota tersebut diperoleh setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) Jokowi meminta langsung kepada Raja Arab Saudi Salman Bin Abdulaziz Al Saud pada jamuan makan siang oleh negara kerajaan tersebut.
Raja Salman langsung mengutus Menteri Negara Urusan Agama Kerajaan Arab Saudi Muhammad Ali Sheikh untuk melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Jokowi, dan menyampaikan persetujuan pemerintahnya untuk menambah kuota haji sebanyak 10.000 orang.
Tak seperti diplomasi formal yang biasa digunakan oleh para pimpinan negara, Presiden Jokowi kerap menggunakan jamuan makan siang sebagai salah satu cara untuk menyampaikan keinginannya.
Pertemuan empat mata dan bilateral Presiden dengan Raja Salman justru dimanfaatkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi kedua negara, yang sudah terjalin sejak lama.
Raja Salman bukan satu-satunya pihak yang 'takluk' dengan politik makan siang Presiden Jokowi. Di dalam negeri, Presiden mengundang hampir seluruh elemen masyarakat untuk mendengarkan keluhan, dan menyosialisasikan kebijakannya.
Mulai dari pimpinan lembaga tinggi negara, praktisi ekonomi, pengusaha, akademisi, hingga sopir angkutan umum, tukang ojek, dan pedagang pasar, diundang Presiden untuk makan siang di lingkungan Istana Kepresidenan.
Kelompok Kecil
Jamuan pun dibuat dengan format kelompok kecil, agar Presiden dapat melakukan interaksi secara langsung dengan tamunya.
Jokowi, menurut Ari Dwipayana, Tim Komunikasi Presiden, memang ingin menjadikan makan siangbersama itu sebagai budaya kepemimpinan baru. Tujuannya, tentu saja Sang Presiden ingin terus merasa dekat dengan seluruh kalangan.
“Dalam dialog itu, Presiden dapat mendengar langsung aspirasi, dan masukan dari berbagai segmen sosial dalam masyarakat,” katanya di Jakarta, Senin (14/9/2015).
Dalam kesempatan itu, Presiden pastinya juga akan menyampaikan pandangan dan pemikirannya terkait bangsa. Dalam kesempatan tersebut, Presiden biasanya mempresentasikan kondisi ekonomi Indonesia, beserta langkah yang akan diambil pemerintah.
Dengan begitu, Presiden berharap dapat menyebar optimisme dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah saat ini.
Gaya komunikasi Presiden yang lebih banyak mendengar, dan siap menerima kritik saat jamuan makan siang efektif dalam penyelesaian beberapa masalah ego-sektoral.
Hal tersebut terbukti saat Jokowi menengahi konflik kelompok nelayan dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti terkait pelarangan penggunaan cantrang.
Presiden juga dengan cepat memperbaiki rantai suplai beras dengan mengundang para pengusaha saat terjadi kelangkaan bahan pangan tersebut. Padahal, di sisi lain, Menteri Perdagangan yang saat itu dijabat Rachmat Gobel sedang mengincar pihak-pihak yang diduga mafia suplai beras.
Aksi Buruh
Politik makan siang juga ampuh meredam rencana aksi masa besar-besaran buruh yang sempat diisukan akan menggulingkan pemerintahan.
Ketika itu, Presiden mengundang beberapa pimpinan organisasi buruh untuk mendengar langsung apa yang selama ini menjadi aspirasi buruh.
Gaya komunikasi dengan cara mengajak makan siang pun ternyata sudah lama digunakan Jokowi untuk mengatasi persoalan.
Saat menjabat sebagai Wali Kota Surakarta, Jokowi mengundang pedagang yang akan digusur. Hasilnya, relokasi pedagang dapat dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dengan mulus.
Ketika menjadi Gubernur DKI Jakarta pun Jokowi menggunakan cara tersebut untuk mendekati warga di sekitar Waduk Pluit, dan Waduk Ria Rio.
Selama ini, beberapa pemimpin dunia memang menggunakan jamuan makan sebagai salah satu cara untuk melakukan lobi-lobi politik. Meja makan dianggap sebagai sarana yang ampuh untuk menghilangkan jarak di antara dua pihak, sehingga lobi dapat dilakukan dengan lebih cair.