Kabar24.com, JOMBANG-- KH Salahudin Wahid terus melancarkan serangan kepada kandidat ketua tanfidiyah Pengurus Besar Nadlatul Ulama (PBNU).
SIMAK: MUKTAMAR NU: Begini Gaya Sarungan Jokowi yang Dipuji Megawati
Kali ini mereka menyebut upaya membeli suara cabang senilai Rp 15 juta per pimpinan cabang NU.
BACA JUGA: 8 Keuntungan Produk Berjaminan Halal
Tudingan ini disampaikan mantan ketua PBNU era Hasyim Muzadi, Andi Jamaro ,mengetahui munculnya gerakan politik uang (money politic) dari salah satu calon ketua tanfidz.
SIMAK: CITILINK TERGELINCIR: Penumpang Terpental dari Kursi
Setiap PCNU dibeli dengan harga Rp 15 juta agar bersedia menyepakati metode ahlul halli wal aqdi (AHWA) atau musyawarah 9 ulama perwakilan Ahwa dalam memilih rois aam atau dewan syuro.
"Sampai sore ini upaya membeli suara itu masih ada, " kata Andi, Minggu (2/8/2015).
Andi menolak menyebutkan tudingan itu diarahkan kepada KH Said Agil Siraj. Namun, melihat dinamika pemaksaan mekanisme AHWA oleh panitia kepada muktamirin, membuat dirinya berpikir soal Said Agil.
"Ini bukan tudingan, tetapi yang ngotot menerapkan AHWA kan mereka."
KPK dan Polisi
Karena itu Andi berharap kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan kepolisian untuk mengusut tuntas praktik ini dan menghentikan sebelum pelaksanaan pemilihan.
Hal ini sekaligus membuktikan kepada publik bahwa mekanisme AHWA yang didesain untuk menghindari money politic justru menjadi ajang transaksional.
Andi menyatakan baik dirinya maupun Gus Solah tidak alergi dengan AHWA. Metode tersebut bahkan bisa disepakati setelah terlebih dulu masuk di muktamar dan ditetapkan dalam rapat pleno.
"Tidak seperti sekarang ini yang jauh hari sudah dipaksakan, " katanya.
Hingga kini dirinya masih mempersoalkan komposisi AHWA yang tak memasukkan Kyai Hasyim Muzadi. Hal ini berpotensi mengganjal keingingan muktamirin untuk mencalonkan Hasyim Muzadi sebagai kandidat Rois Aam mendampingi Gus Solah.
Bagi Andi, sosoka Hasyim sangat layak dan tepat menduduki posisi itu untuk saat ini.