Bisnis.com, JAKARTA - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta yang dikenal proaktif memperjuangkan kebebasan pers dan etika jurnalisme, kali ini justru mengapresiasi langkah Kementerian Komunikasi dan Informatika yang memblokir 22 situs Islam karena kontennya dianggap menyebarkan kebencian dan menyerukan kekerasan atas nama agama Islam.
Meskipun begitu, pemblokiran situs masih memantik kontroversi bagi sebagian masyarakat.
Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim berujar pemblokiran itu sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 19/2014 yang menyediakan payung hukum untuk menutup akses terhadap situs Internet bermuatan negatif dan meresahkan masyarakat.
Sesuai aturan tersebut, situs konten yang bisa dilaporkan dan dapat diblokir adalah menyangkut privasi, pornografi anak, kekerasan, suku, agama, ras, dan antar golongan. Dalam kasus penutupan 22 situs ini, media tersebut digolongkan sebagai konten negatif yang dapat membahayakan masyarakat dan keamanan nasional.
"Pemblokiran ini sebenarnya telah lama dinantikan karena pemerintah harus melindungi kepentingan umum dari konten internet yang dianggap menyerukan kekerasan dan mengajak pembacanya untuk bergabung dengan kelompok-kelompok keagamaan yang menghalalkan aksi kekerasan seperti Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)," kata dia dalam rilisnya, Minggu (5/4/2015).
Ahmad menambahkan, di negara demokrasi pemerintah memang harus tegas membuat batasan antara kebebasan berekspresi dan penyebaran kebencian dan penyeru kekerasan. Sayangnya di Indonesia sebagian masyarakat masih belum melek media sehingga belum bisa membedakan antara situs yang merupakan bagian dari kebebasan berekspresi dengan situs penyebar kebencian atau hate speech.
Bahkan, kata dia, sebagian situs penyebar kebencian dan penganjur kekerasan yang diblokir itu mengklaim sebagai pers Islam atau media Islam. Padahal, sangat mudah untuk dikenali dari konten-konten yang telah mereka
produksi.
produksi.
"Situs-situs yang diblokir itu bukan produk pers karena tidak menjalankan prinsip pers seperti diatur dalam Undang-Undang No. 40/1999 tentang Pers," katanya.
Lebih lanjut, AJI Jakarta menyatakan dua pernyataan sikap terkait penutupan 22 situs Islam tersebut. Pertama, pemerintah harus mengontrol situs-situs penyebar kebencian dan situs yang mengajak melakukan kekerasan dengan alasan keagamaan.
Kedua, meskipun kontrol diperlukan, pemerintah harus transparan dan menempuh cara yang demokratis dalam melakukan pemblokiran sehingga panel ahli yang telah dibentuk oleh pemerintah melalui Peraturan Menkominfo No. 290/2015 tentang Forum Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif, tidak menjadi lembaga sensor baru di dunia maya.