Bisnis.com, SEMARANG -- Pengamat menilai dalam masa awal, pemerintahan Jokowi-JK sudah menciptakan kelemahan untuk dirinya sendiri.
Kelemahan pemerintahan Jokowi mencuat terkait hubungan yang tidak harmonis antara pemerintah dan DPR.
Padahal, keharmonisan antara pemerintah dan DPR itu penting untuk memperlancar kinerja pemerintahan.
"Begini, saya melihat kelemahan pemerintahan Presiden Joko Widodo pada awal ini banyak 'meninggalkan' DPR. Akhirnya hubungan pemerintah dan DPR cenderung kurang harmonis," kata pengamat politik Universitas Diponegoro Semarang Teguh Yuwono di Semarang, Kamis (27/11/2014).
Menurut dia, pemerintah selaku eksekutif dalam menjalankan setiap kebijakan semestinya memang terus berkoordinasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif.
Akan tetapi, pengajar FISIP Undip tersebut menilai selama ini pemerintahan Presiden Jokowi cenderung langsung melakukan action kebijakan tanpa berkonsultasi dengan DPR baik sebelum maupun sesudahnya.
"Sebagai contoh kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM), kemudian kebijakan peluncuran tiga kartu 'sakti'. Semuanya kan menunjukkan pemerintah langsung action," tukasnya.
Pada era pemerintahan sebelumnya, kata dia, biasanya pemerintah melakukan koordinasi dengan DPR dalam menjalankan kebijakan, seperti kebijakan kenaikan harga BBM yang pernah terjadi sebelumnya.
"Pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah menaikkan harga BBM. Namun, begitu harga BBM dinaikkan, pemerintah kan langsung berkonsultasi dengan DPR," ungkapnya.
Kalau pemerintah tidak intens berkomunikasi dengan DPR dalam setiap kebijakan yang dijalankan, kata dia, wajar jika kemudian DPR mengajukan interpelasi untuk mengklarifikasi kebijakan tersebut.
"Seperti usulan interpelasi atas kebijakan menaikkan harga BBM. Saya menilainya tidak lebih dari keinginan DPR sebagai wakil rakyat untuk mengklarifikasi, tidak perlu ditafsirkan terlalu jauh," katanya.
Bahkan, kata dia, DPR bisa saja selalu mempertanyakan setiap kebijakan pemerintah selama hubungan Presiden, atau pemerintah selaku eksekutif dengan legislatif masih terus dinamis seperti sekarang.
"Ya, semestinya relasi antara eksekutif dan legislatif harus berjalan harmonis. Presiden kan tidak harus langsung berkonsultasi ke DPR, melainkan bisa melalui menteri-menterinya," pungkas Teguh.
Sementara itu, Ketua DPR RI Setya Novanto mengaku sudah berkomunikasi dengan Presiden Jokowi untuk mengajak memperbaiki hubungan antara eksekutif dan legislatif yang akhir-akhir ini kurang harmonis.
Politikus Golkar itu mengatakan hubungan antara DPR dan pihak eksekutif yang kurang harmonis merugikan rakyat, padahal pemerintah diberi amanah oleh rakyat untuk melaksanakan pembangunan dan DPR mengawasi.
Pembangunan akan berjalan dengan baik jika kedua lembaga berjalan bersama-sama, dan melaksanakan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kalau pemerintah kuat, pembangunan akan berjalan lancar, kata Setya Novanto.
"Presiden Jokowi menyambut baik keinginan saya," ujarnya.