Bisnis.com, JAKARTA--Presiden terpilih Joko Widodo diminta mempertegas makna konsep berdikari yang kerap didengungkan olehnya dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
“Jokowi harus menjelaskan apa yang dimaksudkannya sebagai kemandirian dan berdikari. Jangan sampai dianggap orang luar sebagai narrow nationalism [nasionalisme sempit],” kata Raden Pardede, Wakil Ketua Komite Ekonomi Nasional, usai menjadi pembicara dalam acara diskusi di Jakarta, Jumat (26/9/2014).
Berdikari atau berdiri di atas kaki merupakan salah satu poin konsep Trisakti yang dipopulerkan Presiden Sukarno pada dekade 1960-an. Dua poin lainya adalah berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam budaya.
Dalam mempraktikkan Trisakti, khususnya berdikari, Sukarno tidak segan menasionalisasi perusahaan asing yang dianggap merugikan bangsa. Sang Proklamator juga menolak bantuan asing yang ditengarai akan mendikte Indonesia.
“Apakah konsep berdikarinya Jokowi sama seperti eranya Bung Karno?” tanya Raden. Sejarah mencatat, tambahnya, pengusiran perusahaan asing membuat ekonomi Indonesia terperosok.
Negara yang menganut pola serupa seperti Korea Utara dan Kuba sampai saat ini masih menjadi negara terbelakang.
“Bung Karno bukan orang tidak punya salah,” ujar doktor ekonomi dari Universitas Boston, Amerika Serikat, ini.
Walau begitu, Raden menilai positif dua poin Trisakti lainnya: berdaulat dalam politik dan berkepribadian dalam budaya.
Menurutnya, kedaulatan dalam politik dan ekonomi bisa diterapkan dengan menolak didikte perusahaan asing. Pemerintah, ujarnya, harus memiliki posisi tawar lebih tinggi di mata investor yang hendak menanamkan modal di negeri ini.
“Investasi asing itu tetap perlu karena anggaran pemerintah, swasta, dan BUMN tidak cukup untuk bangun bangsa,” pungkasnya.