Bisnis.com, JOHANNESBURG – Defisit transaksi berjalan Afrika Selatan melebar, di tengah pesimisme konsumen terhadap kondisi perekonomian negara yang belum pulih.
Menteri Keuangan Afrika Selatan Nhlanhla Nene mengatakan kondisi ini merupakan hal yang tidak normal.
“Lemahnya perekonomian domestik dan lemahnya mata uang justru seharusnya mempersempit defisit transaksi berjalan,” katanya di Johannesburg, Selasa (1/7/2014).
Sebelumnya, banks sentral melaporkan gap transaksi berjalan Afsel adalah 4,5% dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I/2014, berdasarkan perhitungan aktivitas barang dan jasa.
Adapun PDB Afsel pada kuartal pertama tahun ini terkontraksi 0,6%, terdampak dari jatuhnya produksi sektor pertambangan sebesar 24,7%. Hingga kini, rand Afsel telah melemah 20% terhadap dolar sejak awal 2014.
Mogoknya operasi tambang platinum terbesar ketiga dunia yang berada di Afsel, telah berdampak signifikan pada menurunnya pendapatan pemerintah melalui ekspor. Seperti diketahui, perekonomian Afsel amat bergantung pada sektor pertambangan.
“Pada akhirnya, tidak ada yang diuntungkan dari kondisi ini. Pemogokan operasi tambang merugikan kita semua. Efek kontraksi kuartal pertama amat serius,” kata Nene, merujuk pada mogoknya 70.000 pekerja sektor pertambangan yang menuntut kenaikan upah.
Saat ini, kebijakan ekonomi Afrika berfokus pada implementasi Rencana Pembangunan 20 Tahun, yang program utamanya adalah pemangkasan tingkat pengangguran menjadi 14% pada 2020, dari saat ini 20%.