Bisnis.com, JAKARTA -- Satgas Pembebasan Satinah mengaku bekerja sendiri di Arab Saudi tanpa dukungan dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta.
Kepala Satgas Pembebasan Satinah, Maftuh Basyuni menyatakan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar tidak berkontribusi dalam upaya pembebasan Satinah dari hukuman mati.
Dia menyayangkan sikap Muhaimin yang justru menyalahkan kemampuan diplomasi tim negosiator di Arab Saudi atas kegagalan meminta pengurangan diyath untuk membebaskan Satinah dari hukuman mati.
“Ada Menakertrans yang katakan [diyath tidak bisa kurang] karena tim yang dikirim pemerintah tidak becus sehingga perlu penerjemah,” katanya di Gedung Kementerian Koordinasi Politik, Hukum, dan Keamanan, Selasa (15/4/2014).
Maftuh menegaskan anggota tim yang dikirim pemerintah memiliki kemampuan negosiasi yang cukup, termasuk kemampuan berbahasa Arab dengan lancar. Namun, satgas kesulitan berusaha dengan optimal karena tidak mendapat dukungan dari Muhaimin di Jakarta.
“Bukan tidak bisa bahasa Arab, yang mendampingi Dubes saja mimpinya pakai bahasa Arab. Lebih tepat karena menteri ini [Menakertrans] tidak berikan petunjuk. Saya kan bukan orang pemerintah,” katanya.
Maftuh melaporkan keluarga korban pembunuhan yang dilakukan oleh Satinah telah menyepakati diyath senilai 7 juta riyal Arab Saudi (Rp21,34 miliar) untuk membebaskan Satinah dari hukuman mati.
Keluarga korban meminta 1–2 bulan untuk membicarakan permasalahan internal sebelum secara tertulis memberikan maaf atas kejahatan Satinah (tanazul). Uang tebusan telah dititipkan pemerintah di pengadilan di Arab Saudi untuk diberikan kepada keluarga.
“”Mereka sepakat, tapi belum siap untuk selesaikan secara internal. Ekesekusi tidak akan dilakukan,” papar Maftuh.