Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tolak Dewan Rakyat, Yingluck Tawarkan Referendum

Para menteri dari kalangan oposisi terbesar Thailand bergabung dengan pelaku aksi protes yang selama ini berusaha mendongkel kekuasaan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang menawarkan referendum nasional untuk mengakhiri aksi demonstrasi di Bangkok.

Bisnis.com, JAKARTA - Menteri dari kalangan oposisi terbesar Thailand bergabung dengan pelaku aksi protes yang selama ini berusaha mendongkel kekuasaan Perdana Menteri Yingluck Shinawatra yang menawarkan referendum nasional untuk mengakhiri aksi demonstrasi di Bangkok.

“Penyebab krisis adalah pemerintah,” ujar pemimpin Partai Demokrat yang juga mantan PM Abhisit Vejjajiva kemarin malam. Dia mengatakan ingin turun ke jalan dan berjuang bersama mereka yang turun ke jalan untuk memprotes pemerintah.

Para demonstran yang berencana menuju kantor Yingluck hari ini menolak tawaran pemimpin wanita itu untuk turun. Mereka juga menolak Yingluck membubarkan parlemen atau mengadakan pemungutan suara terkait tuntutan untuk mengganti sistem demokrasi Thailand dengan sebuah dewan yang tidak melalui pemilihan.

Para penentang Yingluck mengatakan tujuan mereka adalah melepaskan negara dari pengaruh politik saudara laki-laki Yingluck, Thaksin Shinawatra. Thaksin dan sekutunya selalu memenangkan pemilihan umum sejak dirinya dikudeta pada 2006.

“Tuntutan para pemimpin aksi protes atas pembentukan Dewan Rakyat tidak konstitusional,” ujar Yingluck dalam acara televisi yang disiarkan kemarin sebagaimana dikutip Bloomberg, Senin (9/12/2013). Dia menambahkan tidak bisa memenuhi tuntutan mereka, namun ingin mengadakan referendum mengenai Dewan Rakyat untuk menguji apakah mayoritas masyarakat Thailand setuju dengan usulan tersebut.

Suthep Thaugsuban, tokoh oposisi yang keluar dari Partai Democrat bulan lalu untuk memimpin aksi protes, mengatakan dia akan mengakhiri aksi politik tersebut jika mereka gagal mencapai tujuannya. Pengunduran diri para anggota oposisi dari parlemen tidak akan berdampak dalam jangka pendek terhadap pembuatan kebijakan karena sidang di parlemen Thailand telah berakhir bulan lalu.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Yusran Yunus
Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper