Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menolak yudisial review atas undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara dan undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan yang diajukan oleh forum BUMN.
ICW mengklaim pengajuan yudisial review dilatar belakangi BUMN ingin terlepas dari undang-undang tindak pidana korupsi. “uji materi yang diajukan ke MK bertujuan memisahkan aset BUMN dari keuangan negara dan BPK tidak dapat melakukan audit terhadap BUMN,” ujar Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto, di Jakarta, Kamis (5/12).
Menurut Agus dari pemantauan ICW selama tiga tahun terakhir banyak BUMN terlibat dalam kasus korupsi. Pada 2011 jumlah BUMN dan BUMD yang terlibat kasus korupsi masing-masing 19 dan 15 perusahaan. Pada 2012 terdapat 11 BUMN dan 13 BUMD yang tersangkut kasus korupsi, dan pada periode 2013 semester satu yakni Januari-Juli 11 BUMN dan 14 BUMD terlibat kasus korupsi.
Menurut Agus, selama periode tersebut potensi kerugian negara sebesar Rp1,408 triliun. Modus korupsi yang dilakukan oleh BUMN dan BUMD a.l penggelapan dana, mark up anggaran, kredit fiktif, proyek fiktif dan suap.
Dalam rilis yang diberikan oleh ICW, pada periode pertama 2013 sebanyak 21 BUMN telah dikaji kinerjanya oleh Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR dan hasil penelaahan menunjukkan banyaknya penyimpangan keuangan negara dilingkungan BUMN dan sebagian besar BUMN belum memiliki tata kelola anggaran yang baik.
Hasil penelitian BAKN terhadap laporan BPK terdapat 510 kasus penyimpangan keuangan negara diantaranya 234 kasus terkait kelemahan sistem pengendalian internal (SPI) dan 276 kasus terkait ketidakpatuhan pada aturan perundang-undangan. Sebanyak 93 kasus diantaranya mengakibatkan kerugian, potensi kekurangan negara dan kekurangan penerimaan BUMN senilai Rp2,6 triliun. BAKN juga menemukan 28 kasus ketidakefektifan anggaran senilai Rp44,75 triliun.
Berdasarkan kasus-kasus tersebut ICW beranggapan, jika permohonan uji materiil UU Keuangan Negara yang diajukan oleh Forum BUMN dikabulkan oleh MK, maka tindak pidana korupsi yang terjadi di BUMN tidak dapat dijerat dengan UU Tipikor. Perbuatan korupsi di BUMN hanya dianggap sebagai penggelapan dan dijerat dengan pasal 372 kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara tanpa adanya pidana minimal dan kewajiban mengembalikan kerugian keuangan perusahaan.
ICW membandingkan jika pelanggaran didalam tubuh BUMN dijerat pasal dua atau pasal tiga UU Tipikor dengan ancaman pidana minimal satu tahun penjara dan maksimal pidana penjara seumur hidup, ditambah denda dan pembayaran uang pengganti pada perusahaan, hal tersebut akan memberikan efek jera kepada pelaku korupsi.
Dalam kesempatan yang sama, praktisi dan mantan Komisioner Komisi Informasi Pusat Alamsyah Saragih mengatakan alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon uji materi dalam sidang MK mayoritas direksi BUMN menyatakan keberatan jika aset BUMN dikategorikan kedalam kekayaan negara karena setiap saat aparat non kpk dengan mudah memanggil mereka dan menyeret kepengadilan.
“ jika alasannya hanya faktor sosiologis, menurut saya undang-undang keuangan negara jangan diamputasi karena tidak akan menyelesaikan permasalahan,” ujar Alamsyah.
Dia menyarankan sebaiknya MK menolak yudisial review yang diajukan oleh pemohon dan segera merekomendasi pembentukan suatu undang-undang yang khusus mengatur tentang kekayaan negara secara spesifik memisahkan dan menentukan batasan kasus kerugian bisnis dan kasus kerugian akibat korupsi.