Bisnis.com, JAKARTA- Komnas Perempuan (Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan) menyayangkan lambannya penanganan terhadap pekerja migran tidak berdokumen (TKI Overstayer) di Arab Saudi.
Masalah tersebut menyebabkan insiden terlambatnya makan dan minum yang dialami oleh mereka yang ditangkap dan ditahan di rumah tahanan imigrasi (Tarhil).
"Hal tersebut sangat disayangkan, mengingat informasi dan data mengenai jumlah pekerja migran tidak berdokumen yang belum menyelesaikan dokumennya," tulis keterangan resmi yang diterima Bisnis, Sabtu (9/11/2013)
Sejak 4 November 2013, sehari setelah program Amnesti berakhir, razia dan penangkapan terhadap pekerja migran tidak berdokumen sudah dilakukan. Ribuan pekerja asing tidak berdokumen beserta anggota keluarganya, termasuk dari Indonesia, terjaring razia tersebut.
Berdasarkan data dari dari KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia) Jeddah yang diterima Komnas Perempuan, jumlah pekerja migran/WNI (Warga Negara Indonesia) tidak berdokumen yang menyelesaikan program amnesti sebanyak 95.262 orang.
Sebanyak 15.571 orang mendapat dokumen resmi untuk bekerja kembali di Arab Saudi. Sedangkan 6.035 orang mendapatkan exit permit untuk kembali ke tanah air. Diperkirakan, masih ada sekitar 75.000 orang pekerja migran Indonesia dan keluarganya yang berstatus tidak berdokumen.
Dari informasi dan laporan yang diterima oleh Komnas Perempuan mengenai proses pengurusan amnesti ini, hambatan yang dialami oleh pekerja migran untuk mengurus amnesti antara lain akses layanan yang sulit dijangkau oleh pekerja migran dan pelayananan di KJRI yang kurang optimal.
Komnas Perempuan menerima informasi bahwa layanan pembuatan dokumen hanya terpusat di KJRI. Padahal pekerja migran Indonesia tersebar di banyak wilayah di Arab Saudi. Meskipun demikian animo pekerja migran untuk mengurus dokumen masih sangat tinggi, sayangnya tidak diimbangi dengan pelayanan yang optimal.
Baik dalam hal rekam data dokumen pribadi lama yang akan digunakan dalam pengurusan dokumen baru, maupun pendampingan di lapangan saat berurusan dengan otoritas Saudi Arabia.
Dalam situasi darurat seperti saat ini, pemerintah Indonesia tidak boleh hanya mengandalkan kebijakan dari otoritas Saudi Arabia yang akan mendeportasi pekerja migran tidak berdokumen. Harus ada langkah-langkah konkret penyelamatan dan penyediaan layanan untuk menyelamatkan dan memulangkan pekerja tidak berdokumen dari Saudi Arabia.
Untuk itu Komnas Perempuan menyatakan sikap :
1. Pemerintah harus memastikan seluruh pekerja migran tidak berdokumen yang saat ini berada di tahanan imigrasi Saudi Arabia, terpenuhi kebutuhan dasarnya, mendapat perlakuan dan fasilitas yang manusiawi.
2. Pemerintah harus memastikan perempuan dan anak-anak yang saat ini berada di tahanan imigrasi bahwa mereka mendapat perlindungan dan layanan yang sesuai kebutuhan khusus perempuan dan ramah anak.
3. Perwakilan RI harus membuka pos pelayanan di lokasi strategis yang mudah dijangkau oleh pekerja migran.
4. Pemerintah harus menyediakan layanan pemulangan bagi pekerja migran. Baik dengan transportasi udara seperti yang sudah dilakukan, maupun pemulangan secara massal dengan kapal laut.
5. Presiden RI harus melakukan negosiasi tingkat tinggi kepada Raja Saudi Arabia terkait penanganan penanganan pekerja migran tidak berdokumen.