Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon menilai penerbitan Perppu MK telah kehilangan urgensinya, karena terlambat dikeluarkan oleh pemerintah.
Dia mengatakan fungsi dari Perppu akhirnya tidak ada lagi, karena seharusnya Perppu diterbitkan jika negara berada dalam kegentingan yang memaksa tindakan darurat.
Kenyataannya, saat ini secara kelembagaan, setelah lebih kurang dua pekan sejak Ketua MK, Akil Mochtar ditangkap KPK, hakim MK masih beroperasi normal dan masih memenuhi quorum untuk menentukan putusan perkara.
"Menurut saya, berbagai tindakan yang dilakukan KPK, BNN, maupun PPATK sudah mulai membuat masyarakat sedikit percaya pada institusi MK saat inu, jadi Perppu sudah tidak urgensi lagi," ujar Fadli dalam siaran persnya.
Selain itu, dia juga menilai isi Perppu MK juga bertentangan dengan UUD 1945, inkonstitusional. Dalam Pasal 24 C ayat (6) UUD 1945 disebutkan Pengangkatan dan pemberhentian hakim konstitusi, hukum acara serta ketentuan lainnya tentang Mahkamah Konstitusi diatur dengan UU". Jadi bukan melalui Perppu atau peraturan lainnya.
Seharusnya, katanya, hal yang perlu untuk segera dilakukan pemerintah bersama DPR adalah merevisi UU MK. Tujuannya, agar persyaratan menjadi calon hakim MK diperbaiki, dan dilakukannya kajian atas dasar pemikiran komposisi hakim MK yang terdiri dari unsur Presiden, DPR dan MA.
Meski demikian, dia menyetujui aturan Perppu yang menyebutkan syarat hakim MK tak boleh anggota parpol selama tujuh tahun sebelumnya, untuk mengurangi konflik kepentingan antara hakim MK dengan pihak bersengketa, yang kebanyakan berasal dari parpol, terutama gugatan dalam pilkada.
Presiden SBY resmi mengeluarkan Perppu RI No. 1 Tahun 2013 tentang perubahan kedua atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, pada Kamis (17/10) kemarin.
Ada tiga poin utama yang diatur dalam Perppu tersebut, yaitu: Persyaratan hakim MK yang tidak boleh menjadi anggota parpol selama 7 tahun sebelumnya; Mekanisme seleksi hakim MK menggunakan panel ahli; Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi yang dibentuk secara permanen untuk melakukan pengawasan terhadap hakim MK.