Bisnis.com, JAKARTA – Peristiwa kalahnya beberapa calon kepala daerah usungan PDIP, meskipun Jokowi ikut berkampanye bagi mereka, menimbulkan pertanyaan di antara beberapa pihak: benarkah ada yang disebut “Jokowi effect”? Benarkah dukungan Jokowi dapat memengaruhi popularitas tokoh?
Dalam pantauannya kali ini, Prapancha Research (PR) memeriksa Jokowi effect dengan menganalisis sejauh mana pengaruh kata kunci “Jokowi” terhadap perbincangan mengenai tokoh-tokoh lain di jejaring sosial Twitter. Hasilnya, setidaknya di ranah jejaring sosial, Jokowi effect memang nyata.
“Dari temuan kami, perbincangan beberapa nama memang memperoleh momentum saat dikaitkan dengan Jokowi,” ujar Adi Ahdiat, analis PR.
Gita Wirjawan, sebagai contoh, pada awal-awal 2013 sebelum perbincangan tentangnya semarak saat ini, memperoleh lejitan mention hingga mencapai 1.335 pada 26 Februari karena adanya pernyataan petinggi Partai Demokrat (PD) untuk memasangkannya dengan Jokowi. Sampai dengan 26 Februari 2013, ini adalah perbincangan tentang Gita tertinggi ketiga di Twitter.
Namun, nama yang kelihatannya paling memperoleh momentum dari dukungan Jokowi adalah Rieke Diah Pitaloka, sewaktu Jokowi berkampanye untuk pemilihan Gubernur Jawa Barat awal tahun ini. Untuk menggambarkan arti penting Jokowi, ketika Pilgub Jabar sedang marak-maraknya (6 November 2012–6 Maret 2013) perbincangan tentang Rieke dikaitkan dengan Jokowi mencapai 49.000 mention. Sementara total perbincangan tentang Rieke mencapai 119.000. Menurut Adi, secara kasar 2 dari 5 celotehan tentang Rieke adalah dalam kaitannya dengan Jokowi.
“Meski demikian, ini tidak berarti dukungan Jokowi akan serta-merta membantu kandidat tertentu memenangkan pemilu atau pilkada. Hanya saja, dukungan Jokowi memang membantu mengangkat nama seseorang ke perhatian publik,” imbuh Adi. “Di era persaingan citra yang begitu ketat ini, dapat menyedot perhatian publik saja sudah amat berarti.”
Namun, Adi mengingatkan, efek Jokowi ini pun terbukti tak bekerja pada tokoh-tokoh tertentu yang memang sudah lekat dengan reputasi kurang baik. Sebagai contoh, dalam pantauan terhadap perbincangan yang mengaitkan Marzuki Alie atau Ruhut Sitompul dengan Jokowi, yang cenderung ditemukan adalah perbincangan-perbincangan yang menganggap nama-nama ini kapasitasnya jauh di bawah Jokowi.
Adi menambahkan, pesan moral di balik pantauan ini adalah agar partai serta pihak-pihak yang berharap memperoleh imbas dari citra Jokowi sadar. Pada akhirnya bukanlah nama Jokowi itu sendiri yang paling menentukan, melainkan sejauh mana nama yang dikaitkan dengan Jokowi itu dianggap cocok atau setidaknya tak bertentangan dengan imaji publik tentang Jokowi.
“Memiliki Jokowi tak seharusnya melenakan parpol yang menaunginya. Parpol tetap harus bekerja. Terutama bekerja nyata demi kepentingan orang banyak. Bukan sekadar bermain citra,” tutup Adi.