Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

ICW: Presiden Tak Usah Terbitkan Perppu KPK

Indonesia Corruption Watch menyebutkan Presiden tak perlu mengeluarkan Perppu KPK
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)./JIBI-Abdullah Azzam
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)./JIBI-Abdullah Azzam

Kabar24.com, JAKARTA—Indonesia Corruption Watch menyebutkan  Presiden tak perlu mengeluarkan Perppu KPK.

Sebelumnya diberitakan bahwa Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket DPR RI terhadap KPK akan berujung pada penerbitan Perppu KPK hingga revisi terhadap undang-undang yang menjadi landasan hukum kinerja lembaga antirasuah tersebut.

Donal Fariz, Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, mengatakan pihaknya sudah memperkirakan akhir dari Pansus akan berujung pada revisi Undang-Undang KPK dan melemahkan lembaga terdepan pemberantasan korupsi itu.

Pihaknya sejak awal menolak Pansus tersebut maupun rekomendasi yang kelak akan diberikan terkait KPK termasuk Perppu.

“Rekomendasi pansus ke depan tidak bisa dijadikan alasan Presiden merevisi UU KPK atau mengeluarkan Perppu. Pansus keabsahannya bermasalah dan kinerja tidak objektif sehingga Presiden tidak bisa menindaklanjuti. Kalau Presiden ikuti rekomendasi Pansus, artinya presiden mengikuti putusan cacat hukum,” katanya, Minggu (27/8/2017).

Saat ini, lanjut dia, keabsahan Pansus sedang dipertanyakan melalui uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK), atas Pasal 79, Pasal 199 dan Pasal 201 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3.

Dia merinci, Pasal 79 terkait KPK sebagai subjek angket atau bukan. Dalam detail pasal tersebut, KPK tidak termasuk dalam subjek yang bisa di-angket DPR.

Pada Pasal 199 pihaknya ingin menilai apakah forum pengambilan keputusan hak angket dalam paripurna sudah sah secara hukum. Pasalnya, persetujuan adanya angket untuk KPK dalam paripurna tidak mendengar pandangan dari masing masing anggota DPR. Beberapa fraksi seperti Partai Demokrat dan Partai Gerindra bahkan dari awal menolak Pansus tersebut.

Adapun pada Pasal 201 mewajibkan setiap fraksi hadir mengirim perwakilan di Pansus dan itu saat ini tidak terjadi.

“MK diminta menilai kebsahan 3 pasal itu. Kalau dari fakta hukum MK harus mengabulkan. MK harus keluar dari nalar politik mereka bekerja berdasarkan nalar hukum,” ujarnya.

Di sisi lain, Peneliti ICW lainnya Almas Sjafrina mengatakan saat ini masyarakat tidak bisa berharap pada DPR untuk menjaga KPK dalam memberantas korupsi di Tanah Air. Oleh karenanya dalam hal ini Presiden bisa bersikap bijak dengan tidak mengikuti rekomendasi Pansus.

“Kami berharap ke Presiden untuk tidak menyetujui revisi UU KPK. Presiden tidak punya dasar menggolkan revisi UU KPK,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Saeno

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper