Bisnis.com, JAKARTA -- Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) buka suara terkait dengan isu penggabungan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Ombudsman.
Untuk diketahui, isu tersebut awalnya diungkap oleh Indonesia Corruption Watch (ICW). Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menyebut, terdapat informasi rencana penggabungan KPK dan Ombudsman yang beberapa waktu lalu dibahas di Bappenas.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas Bogat Widyatmoko membantah hal tersebut.
"Tidak benar," ujarnya kepada Bisnis saat dikonfirmasi mengenai hal tersebut, Selasa (2/4/2024).
Bogat justru menjelaskan bahwa pihaknya saat ini sedang menyusun Rancangan Teknokratik Sistem Anti Korupsi untuk RPJMN 2025-2029.
Dia memerinci, sistem anti korupsi dimaksud mencakup pembudayaan anti korupsi, pencegahan, penegakan hukum dan asset recovery. Namun demikian, Bogat memastikan dalam pembahasannya tidak ada yang menyangkut penggabungan KPK dan Ombudsman.
Baca Juga
"Tidak ada [pembahasan soal penggabungan KPK dan Ombudsman," tuturnya.
Sebelumnya, pada hari yang sama, Peneliti ICW Kurnia Ramadhana mengaku mendapatkan informasi adanya wacana penggabungan KPK dengan Ombudsman menjadi satu lembaga. Kabarnya, rencana tersebut sudah dibahas di Bappenas.
Kurnia mengatakan bahwa pihaknya sudah beberapa waktu lalu mendengar isu tersebut. Informasinya, terang Kurnia, lambat laun semakin detail.
"Informasi yang kami dapat, oh ini sudah dibahas loh di Bappenas. Rencana ingin menjadikan KPK lembaga pencegahan korupsi, melebur ke Ombudsman, nah itu penting untuk diklarifikasi ke Bappenas," katanya pada suatu diskusi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Menurut Kurnia, kesimpulan untuk memfokuskan KPK menjadi lembaga pencegahan korupsi merupakan solusi yang keliru. Apalagi melihat kondisi di antaranya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang stagnan.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya belum mendapatkan informasi mengenai wacana tersebut. Namun demikian, Alex, sapaannya, mengungkap ada kemungkinan untuk melakukan hal tersebut.
"Apakah ada kemungkinan? Ada," kata pimpinan KPK dua periode itu.
Alex mencontohkan, Komisi Independen Antikorupsi Korea (KICAC) pada 2008 dilebur ke lembaga negara lainnya. KICAC dianggap mengganggu hubungan pemerintah dan pengusaha.
"Bisa saja seperti itu kembali lagi, kami kan enggak bisa apa-apa ketika misalnya itu sudah menjadi suatu kebijakan putusan pemerintah dan didasarkan atas undang-undang," terang mantan hakim itu.