Bisnis.com, JAKARTA — Delegasi Ukraina dan Rusia kembali bertemu di Istanbul dalam perundingan damai yang difasilitasi oleh pemerintah Turki.
Dikutip melalui kyivindependent, meskipun kedua pihak berhasil menyepakati pertukaran besar tawanan perang (POW), pembicaraan kembali gagal menghasilkan kesepakatan gencatan senjata yang komprehensif.
Pertemuan ini merupakan lanjutan dari putaran pertama yang digelar pada 16 Mei lalu, di mana kedua pihak menyetujui pertukaran tawanan terbesar sejak invasi dimulai, tetapi belum ada kemajuan nyata menuju perdamaian.
Dalam pertemuan terbaru ini, disepakati pertukaran tawanan yang mencakup orang muda berusia 18–25 tahun serta tawanan yang mengalami luka berat.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyampaikan bahwa pertukaran kali ini akan melibatkan sedikitnya 1.000 orang dari masing-masing pihak, dengan kemungkinan mencapai 1.200 orang, termasuk jurnalis dan tahanan politik yang ditahan di Rusia.
Selain itu, Rusia menyatakan kesediaannya untuk menyerahkan sekitar 6.000 jenazah tentara Ukraina yang gugur. Moskow juga mengusulkan gencatan senjata selama dua hingga tiga hari di beberapa titik garis depan untuk memfasilitasi pengambilan jenazah. Namun, Zelensky mengecam usulan tersebut sebagai bentuk pengabaian terhadap makna sejati dari gencatan senjata.
Baca Juga
"Mereka tidak melihat gencatan senjata sebagai jalan menuju perdamaian. Mereka hanya menginginkan jeda sementara untuk mengangkat mayat dari medan perang,” kata Zelensky dikutip Selasa (3/6/2025).
Zelensky juga mengungkapkan bahwa hanya 15% dari jenazah yang disebutkan telah teridentifikasi, dan menyebutkan adanya insiden di masa lalu di mana Rusia salah mengembalikan jenazah tentara mereka sendiri sebagai tentara Ukraina.
Dalam perundingan, Ukraina menyerahkan daftar 339 anak-anak yang diculik oleh Rusia, sementara Moskow menyampaikan memorandum berisi usulan gencatan senjata. Ukraina sebelumnya telah mengajukan dokumen damai pada 28 Mei, yang kini diperoleh dan dipublikasikan oleh The Kyiv Independent.
Dokumen tersebut mencakup sejumlah usulan penting, mulai dari gencatan senjata menyeluruh, pertukaran tahanan dalam format “semua untuk semua. Lalu, ada pengembalian anak-anak Ukraina yang diculik serta pembebasan semua warga sipil dari penahanan Rusia, dan jaminan keamanan internasional untuk mencegah agresi ulang oleh Rusia.
Ukraina juga menegaskan tekad untuk melanjutkan proses keanggotaan Uni Eropa dan NATO, serta menyatakan kesiapan untuk secara bertahap mencabut sanksi terhadap Rusia jika ada mekanisme yang memungkinkan pengaktifan kembali sanksi tersebut.
Ukraina juga menuntut agar aset Rusia yang dibekukan digunakan untuk membayar reparasi dan membangun kembali wilayah yang hancur.
Delegasi Ukraina dipimpin oleh Rustem Umerov dan melibatkan tokoh-tokoh dari sektor militer, hukum, dan hak asasi manusia. Sebelum bertemu delegasi Rusia, Umerov mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Turki Hakan Fidan.
Delegasi Rusia dipimpin oleh Vladimir Medinsky, yang juga pernah mewakili Moskow dalam perundingan perdamaian Istanbul pada 2022 dan Mei 2025. Meski demikian, Rusia belum secara resmi menyerahkan memorandum perdamaian.
Sebelum pembicaraan berlangsung, delegasi Ukraina juga mengadakan koordinasi dengan perwakilan Jerman, Italia, dan Inggris. Penasihat keamanan dari AS, Inggris, Prancis, dan Jerman dijadwalkan turut hadir dalam proses selanjutnya.
Namun, harapan akan gencatan senjata belum menemukan titik terang. Sementara AS dan Ukraina mendesak gencatan senjata tanpa syarat, Kremlin tetap pada tuntutan maksimal, termasuk pengakuan atas aneksasi ilegal wilayah Ukraina dan penarikan pasukan Ukraina dari wilayah tersebut.
Presiden AS Donald Trump dikabarkan frustrasi dengan sikap Rusia yang enggan berkompromi, namun belum mengambil langkah sanksi baru terhadap Moskow.
Ketegangan meningkat setelah Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran terhadap pangkalan udara Rusia sehari sebelum perundingan, menghantam 41 pesawat pembom dan melumpuhkan sepertiga dari armada rudal jelajah udara Rusia.
Meski belum tercapai perdamaian, perundingan ini tetap menjadi langkah diplomatik yang signifikan di tengah perang yang terus berkecamuk. Upaya internasional kini berfokus pada mendorong kemajuan dalam agenda kemanusiaan dan gencatan senjata yang lebih luas.