Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak 'dilumpuhkan' oleh Undang-undang No.1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Lembaga antikorupsi itu menegaskan tetap bisa mengusut kasus-kasus korupsi yang melibatkan oknum tercela di perusahaan pelat merah dan Danantara.
Sekadar catatan, implementasi UU BUMN telah memicu status quo dalam proses pemberantasan korupsi di tubuh perusahaan milik negara. Apalagi, beleid baru tersebut, BUMN tidak lagi dianggap sebagai entitas milik negara. Modal BUMN dari kas negara yang bersumber dari pungutan publik seperti pajak dan tetek bengeknya, dianggap sebagai kekayaan perseroan. Bukan kekayaan negara.
Selain itu, BUMN juga tidak dianggap sebagai bagian dari kekayaan negara yang dipisahkan. Alhasil, kerugian yang diderita oleh BUMN, tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara. Sementara itu, jajaran direksi hingga komisaris BUMN, juga dicoret dari rumpun penyelenggara negara. Sempat muncul tafsir, bahwa keberadaan klausul tersebut akan mempersempit ruang bagi penegak hukum untuk mengusut perkara hukum yang melibatkan para pejabat BUMN.
Namun demikian, KPK menolak klausul tersebut. Pimpinan lembaga antikorupsi itu bahkan menerbitkan Surat Edaran No.12/2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca UU No. 1/2025 tentang BUMN.
Surat edaran yang diterbitkan untuk pedoman internal lembaga antirasuah itu ditetapkan pada 5 Mei 2025 lalu, usai KPK menyatakan sikap resminya terhadap sejumlah perubahan mengenai status penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara di lingkungan BUMN sebagaimana UU No. 1/2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut lembaga antirasuah menegaskan tetap berwenang untuk melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi, baik melalui aspek pendidikan, pencegahan, penindakan, ataupun koordinasi supervisi.
Baca Juga
"Karena KPK memandang bahwa jajaran Direksi, Komisaris, dan juga Dewan Pengawas pada BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang 28 Tahun 1999 merupakan penyelenggaraan negara, termasuk kerugian di BUMN juga merupakan bagian dari kerugian negara," terang Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Menurut Budi, SE tersebut diterbitkan guna meyakinkan dan menegaskan kembali terkait dengan sikap KPK yang telah disampaikan ke publik.
Danantara Objek Pemberantasan Korupsi
Berdasarkan salinan SE dimaksud yang dilihat Bisnis, surat itu menjadi pedoman langkah tindak lanjut dan tindakan hati-hati dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan KPK setelah berlakunya UU BUMN yang baru.
SE internal itu menegaskan kepada internal KPK ihwal sikap resmi lembaga terhadap sejumlah perubahan aturan di dalam UU BUMN. SE itu di antaranya menegaskan bahwa kerugian keuangan BUMN, maupun Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), adalah tetap unsur kerugian keuangan negara sebagaimana diatur pada pasal 2 dan 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Hal itu tetap berlaku sepanjang kerugian BUMN dan Danantara itu adalah akibat dari perbuatan melawan hukum maupun menyalahgunakan kewenangan.
Kemudian, pimpinan KPK menegaskan bahwa organ/pengurus/pejabat/pegawai pada BUMN merupakan penyelenggara negara sepanjang memenuhi ruang lingkup Penyelenggara Negara seperti tertuang pada UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Atas hal tersebut, maka KPK menegaskan penyelidik, penyidik hingga penuntut umum tetap bisa menjangkau para pelaku tersebut sesuai pasal 11 ayat (1) UU KPK. Para penyelenggara negara di BPI Danantara maupun BUMN juga tetap diwajibkan untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Koordinasi Erick Thohir – KPK
Menteri BUMN Erick Thohir blak-blakan bahwa menghapus atau meniadakan praktik korupsi di perusahaan pelat merah perlu waktu dan sinergi dari berbagai pihak. Dia menyebut kementeriannya berkoordinasi dengan lembaga antirasuah ihwal fungsi pengawasan terhadap BUMN yang saat ini dipegang oleh kementerian. Itu sejalan dengan revisi UU BUMN.
Erick mengatakan bakal membentuk sistem dengan KPK dalam rangka menekan angka korupsi tubuh perusahaan pelat merah. Dia menilai upaya yang bisa dilakukan adalah menekan, lantaran menghilangkan korupsi seutuhnya tidak memungkinkan.
"Kita menekan, kita tidak menghilangkan, karena tidak mungkin. Kenapa tidak mungkin? Bukan karena tidak mampu, tapi memang sistem dan leadership yang harus kita terus bangun. Di sini lah mengapa kita memerlukan tadi sinergi supaya apa yang kita sepakati ini menjadi konkret," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (29/4/2025).
Erick lalu menuturkan, upaya bersih-bersih BUMN yang dilakukannya sejak pertama menjabat menteri akan terus dilakukan meski fungsi Kementerian BUMN sudah berganti seiring dengan revisi UU. Dia menyebut upaya bersih-bersih akan lebih baik dilakukan sejak dari tingkat pimpinan BUMN.
Adapun Erick mengaku turut membicarakan soal Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara saat bertemu dengan pimpinan KPK. Hal itu karena Danantara didirikan dengan landasan revisi UU BUMN.
Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Danantara itu memastikan, SWF baru Indonesia tersebut akan segera menjelaskan setiap tugas dan fungsi dewan-dewan yang berada di struktur Danantara.
Itu termasuk tugas dan fungsi Ketua KPK dalam Komite Pengawas dan Akuntabilitas Danantara, bersama dengan Jaksa Agung, Kapolri dan lain-lain. "Ini yang memang tadi kasih waktu satu bulan ke depan. Tidak hanya dari kami, dari Danantara juga untuk menyampaikan tadi ya job atau tugas dari masing-masing dewan-dewan yang sedang terbentuk," kata mantan pemilik klub sepak bola Inter Milan itu.