Bisnis.com, JAKARTA — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerbitkan Surat Edaran No.12/2025 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi Pasca Undang-Undang (UU) No.1/2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Surat edaran yang diterbitkan untuk pedoman internal lembaga antirasuah itu ditetapkan pada 5 Mei 2025 lalu, usai KPK menyatakan sikap resminya terhadap sejumlah perubahan mengenai status penyelenggara negara dan kerugian keuangan negara di lingkungan BUMN sebagaimana UU No.1/2025.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyebut lembaga antirasuah menegaskan tetap berwenang untuk melakukan upaya-upaya pemberantasan korupsi, baik melalui aspek pendidikan, pencegahan, penindakan, ataupun koordinasi supervisi.
"Karena KPK memandang bahwa jajaran Direksi, Komisaris, dan juga Dewan Pengawas pada BUMN sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang 28 Tahun 1999 merupakan penyelenggaraan negara, termasuk kerugian di BUMN juga merupakan bagian dari kerugian negara," terang Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (19/5/2025).
Menurut Budi, SE tersebut diterbitkan guna meyakinkan dan menegaskan kembali terkait dengan sikap KPK yang telah disampaikan ke publik.
Berdasarkan salinan SE dimaksud yang dilihat Bisnis, surat itu menjadi pedoman langkah tindak lanjut dan tindakan hati-hati dalam pelaksanaan tugas, fungsi dan kewenangan KPK setelah berlakunya UU BUMN yang baru.
Baca Juga
SE internal itu menegaskan kepada internal KPK ihwal sikap resmi lembaga terhadap sejumlah perubahan aturan di dalam UU BUMN. SE itu di antaranya menegaskan bahwa kerugian keuangan BUMN, maupun Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara), adalah tetap unsur kerugian keuangan negara sebagaimana diatur pada pasal 2 dan 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Hal itu tetap berlaku sepanjang kerugian BUMN dan Danantara itu adalah akibat dari perbuatan melawan hukum maupun menyalahgunakan kewenangan.
Kemudian, pimpinan KPK menegaskan bahwa organ/pengurus/pejabat/pegawai pada BUMN merupakan penyelenggara negara sepanjang memenuhi ruang lingkup Penyelenggara Negara seperti tertuang pada UU No.28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Atas hal tersebut, maka KPK menegaskan penyelidik, penyidik hingga penuntut umum tetap bisa menjangkau para pelaku tersebut sesuai pasal 11 ayat (1) UU KPK. Para penyelenggara negara di BPI Danantara maupun BUMN juga tetap diwajibkan untuk menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
Sebagaimana diketahui, pada UU BUMN yang baru, anggota direksi, dewan komisaris, serta dewan pengawas perusahaan pelat merah dinyatakan bukan penyelenggara negara. Hal itu pun lalu dianggap bisa mencegah KPK dalam mengusut kasus korupsi yang menjerat para petinggi BUMN.
Meskipun demikian, melalui pernyataan sikap secara resmi, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa pasal 9G UU BUMN itu kontradiktif dengan ruang lingkup penyelenggara negara yang diatur dalam UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
"Ketentuan tersebut kontradiktif dengan ruang lingkup Penyelenggara Negara yang diatur dalam Pasal 1 angka 1, Pasal 2 angka 7 beserta Penjelasannya dalam UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN)," ujarnya melalui keterangan resmi, Rabu (7/5/2025).
Perwira tinggi Polri bintang tiga itu menjelaskan, UU 28/1999 merupakan hukum administrasi khusus yang bertujuan untuk mengurangi adanya KKN. Untuk itu, dia menyebut KPK berpedoman pada UU 28/1999 dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara.
"Maka sangat beralasan jika dalam konteks penegakan hukum tindak pidana korupsi berkenaan dengan ketentuan Penyelenggara Negara, KPK berpedoman pada UU Nomor 28 Tahun 1999," lanjut Setyo.