Bisnis.com, JAKARTA – Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset kembali menjadi sorotan setelah mendapatkan dukungan dari Presiden Prabowo Subianto saat memberikan sambutan di agenda Hari Buruh di Monumen Nasional (Monas), Kamis (1/5/2025).
Orang nomor satu di Indonesia itu menegaskan komitmennya untuk mempercepat pembahasan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset (RUU PA). Dia menekankan agar aturan yang sempat mandek di parlemen ini agar kembali dilanjutkan khususnya untuk memberantas praktik korupsi di Tanah Air.
“Saya mendukung Undang-Undang Perampasan Aset. Enak saja, sudah nyolong, enggak mau kembalikan aset. Gue tarik aja lah itu,” ujarnya dengan nada tegas yang disambut riuh peserta aksi buruh.
Sayangnya, beberapa pernyataan berbeda justru disampaikan oleh Menteri Hukum Supratman Andi Agtas dan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra.
Keduanya memberikan pandangan berbeda mengenai status dan arah pembahasan RUU yang telah tertunda sejak 2023 tersebut saat ditemui wartawan sebelum pelaksanaan Sidang Kabinet (Sidkab) Paripurna di Kantor Presiden, Senin (5/5/2025) kemarin.
Supratman menegaskan bahwa pemerintah tetap serius mendorong RUU Perampasan Aset agar segera dibahas bersama DPR. Menurutnya, Presiden RI telah memberikan arahan yang jelas kepada kabinet, termasuk Kementerian Hukum dan HAM, untuk menindaklanjuti proses legislasi tersebut.
Baca Juga
“Pemerintah, sekali lagi, Presiden sudah sampaikan itu tentu menjadi perhatian bagi kabinet termasuk Kementerian Hukum untuk melakukan,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
Supratman mengungkapkan bahwa Kemenkumham telah mengambil sejumlah langkah konkret untuk mendorong proses pembahasan RUU tersebut.
Dia menyebut telah melakukan pertemuan dengan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada hari yang sama untuk membahas finalisasi draf terakhir RUU tersebut.
“Dan kami sudah lakukan. Saya bersama-sama dengan Ketua PPATK untuk mematangkan menyangkut soal draft terakhir,” ungkapnya.
Selanjutnya, pemerintah berencana menjalin komunikasi lebih intensif dengan DPR untuk menentukan waktu pembahasan RUU tersebut dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) ke depan.
“Kemudian juga kami akan berkonsultasi dengan DPR menyangkut soal kapan waktu yang tepat untuk kita rapat untuk menentukan prolegnas berikutnya,” lanjutnya.
Ketika ditanya apakah RUU Perampasan Aset akan tetap menjadi inisiatif pemerintah, Supratman menegaskan bahwa hal itu masih berlaku hingga saat ini.
“Sampai sekarang masih tetap akan menjadi inisiatif pemerintah,” tegasnya.
Mengenai surat presiden (surpres) yang sebelumnya dikirimkan pada Mei 2023, Supratman belum dapat memastikan apakah dokumen itu akan diperbarui atau tetap digunakan. Namun, dia menyebut proses komunikasi dengan lintas kementerian tengah berlangsung sambil menunggu arahan dari Presiden.
“Nanti kita lihat. Yang pasti kan kita lagi komunikasikan dengan teman-teman di DPR. Kemudian juga dengan Lintas Kementerian ya. Tadi pagi saya sudah ketemu dengan Ketua PPATK membicarakan juga. Kita, saya belum lihat apakah ada perubahan draft baru. Justru karena itu kita akan rapat Lintas Kementerian sambil menunggu arahan Bapak Presiden. Oke ya?” ucapnya.
Sementara itu, Yusril Ihza Mahendra, yang juga dikenal sebagai tokoh hukum senior itu memberikan pandangan berbeda. Menurutnya, inisiatif pembahasan RUU Perampasan Aset berasal dari DPR, bukan pemerintah, sehingga prosesnya sangat bergantung pada kesiapan parlemen.
Menurutnya, meski RUU tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024–2029, kelanjutannya sangat tergantung pada langkah DPR selaku pengusul.
“Jadi setelah terjadi pergantian pemerintah, apakah DPR masih akan sama dengan draft yang mereka ajukan pada 2023 itu atau mungkin akan melakukan revisi terhadapnya, seperti misalnya pembahasan terhadap rancangan undang-undang KUHAP ya, itu kan sudah diajukan pada masa pemerintahan Pak Jokowi,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (5/5/2025).
Dia mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini masih menunggu langkah DPR terkait pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Menurutnya, proses revisi RUU tersebut kini berada di tangan legislatif.
"Ketika terjadi pergantian pemerintahan, DPR merevisi RUU KUHAP, termasuk juga melakukan revisi terhadap naskah akademiknya. Kini, rancangan tersebut tengah dibahas bersama antara DPR dan pemerintah," ujarnya.
Tak hanya itu menambahkan, pemerintah bersikap menunggu hingga DPR memulai proses pembahasan lebih lanjut.
Yusril juga menegaskan, apabila DPR telah siap dan pembahasan akan dimulai, maka Presiden akan menerbitkan surat presiden untuk menunjuk menteri-menteri terkait yang akan mewakili pemerintah dalam proses pembahasan hingga tuntas.
Yusril menegaskan bahwa inisiatif RUU ini memang berasal dari DPR, bukan pemerintah. Oleh karena itu, posisi pemerintah adalah menunggu kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan lebih lanjut.
“Karena inisiatifnya kan dari DPR, bukan dari pemerintah,” tegasnya.
Di sisi lain, ketika ditanya soal kemungkinan pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) sebagai alternatif percepatan, Yusril menyatakan hal tersebut belum diperlukan.
Dia menyebut belum ada situasi yang dapat dikategorikan sebagai kegentingan yang memaksa sesuai dengan syarat dikeluarkannya Perpu.
“Karena undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi baik dalam undang-undang tipikor maupun lembaga-lembaga yang menangani korupsi itu baik kepolisian, kejaksaan maupun KPK sebenarnya cukup efektif untuk menangani masalah ini. Jadi saya kira belum ada urgensinya untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang, tapi ya semuanya terserah kita kembalikan kepada Presiden,” ujar Yusril.
RUU Perampasan Aset sendiri sebenarnya sudah masuk dalam agenda sejak tahun 2023, namun hingga kini belum juga dibahas secara tuntas. Menanggapi hal tersebut, Yusril mengatakan bahwa pemerintah tetap menunggu karena tanggung jawab utama berada di DPR sebagai pengusul.
“Ya kita tunggu saja, kan DPR yang mengajukan inisiatif, pemerintah kan menunggu saja,” ucapnya.
Meski Presiden telah menyatakan dukungannya terhadap percepatan pengesahan RUU ini, Yusril menegaskan bahwa pemerintah tetap menanti kesiapan DPR untuk memulai proses pembahasan.
“Presiden mengatakan setuju dengan hal itu, kita menunggu saja. Kalau pemerintah yang mengajukannya, pemerintah bisa proaktif untuk membahas, tapi karena ini diajukan oleh DPR, pemerintah menunggu Sampai dimana kesiapan dari DPR, pemerintah siap saja untuk membahas RUU ini,” pungkas Yusril.