Bisnis.com, Jakarta — Undang-undang BUMN yang baru saja disahkan digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Penggugat meminta MK menguji sejumlah pasal UU BUMN yang dinilai malah menyuburkan praktik tindak pidana korupsi di Indonesia.
Pasal-pasal yang diminta untuk diuji, yaitu Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) Undang - Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Pihak penggugat Muhammad Jundi Fathi beserta dua orang lainnya, yaitu A. Fahrur Rozi dan Dzakwan Fadhil Putra Kusuma mempersoalkan norma yang menyebut keuntungan atau kerugian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) bukan sebagai keuntungan atau kerugian negara.
Ditambah lagi, pejabat maupun karyawan Danantara tidak dikategorikan sebagai penyelenggara negara malah dapat memicu praktik korupsi di lingkungan BUMN.
"Kami menilai hal ini justru menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN," tutur Jundi di Jakarta, Selasa (6/5/2025).
Dia juga menjelaskan para penyelenggara negara saat ini rentan terhadap gratifikasi. Namun, Pasal 3X ayat (1), Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) pada UU BUMN justru berpotensi menyuburkan praktik korupsi di lingkungan BUMN dan bertentangan dengan prinsip-prinsip pendelegasian dalam sistem ketatanegaraan sehingga merugikan pemohon sebagai mahasiswa dan bertentangan dengan UUD 1945.
Baca Juga
Menurutnya, seseorang dapat dikenakan delik pidana gratifikasi seperti yang diatur Pasal 5 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jika pelakunya merupakan pegawai negeri atau penyelenggara negara.
"Hak imunitas yang menyatakan kerugian yang terjadi pada BUMN dan Danantara bukan kerugian negara itu tidak tepat," kata Jundi.
Dia mengemukakan seharusnya persoalan penetapan kerugian penyelenggaraan badan sebagai kerugian negara kembali pada interpretasi aparat penegak hukum secara komprehensif dan bijaksana serta bukan persoalan dari pemberlakuan suatu norma undang-undang.
"Kami juga mempersoalkan norma yang menyebut pejabat atau pegawai atau karyawan Danantara bukan merupakan penyelenggara negara. Padahal seluruh sumber modal Danantara berasal dari aset negara dan dividen BUMN serta organ penyelenggara Danantara pun dibiayai dan didukung oleh modal negara," ujarnya.
Menurutnya, pengecualian terhadap organ Danantara dari kategori penyelenggara negara juga telah mendiskriminasi dan membuka peluang bagi operasional yang tidak transparan pada perusahaan pelat merah.
"Ini sekaligus menimbulkan ketidaksesuaian normatif yang bisa merugikan kepentingan publik sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945," tururnya.
Dalam petitumnya para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, serta Pasal 87 ayat (5) UU BUMN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Pemohon berharap jika Pasal 3H ayat (2), Pasal 3X ayat (1), Pasal 4B, Pasal 9G, dan Pasal 87 ayat (5) UU BUMN dibatalkan, maka penegak hukum seperti KPK dapat terus bekerja untuk memberantas korupsi di lingkungan BUMN.
Respons Hakim MK
Sementara itu, Hakim Konstitusi Saldi Isra menyoroti legal standing atau kedudukan hukum para Pemohon dari dua perkara tersebut.
Menurut Saldi, ketiga mahasiswa Pemohon belum menguraikan secara jelas kedudukan hukum masing-masing, dikaitkan dengan kerugian hak konstitusional atas berlakunya norma-norma yang diuji tersebut.
Kemudian dalam alasan permohonan, lanjut Saldi, Pemohon harus mampu memberikan argumentasi kuat mengenai adanya sebab akibat atas berlakunya norma-norma yang diuji dengan tindak pidana korupsi sebagaimana alasan permohonan.
“Tidak ada argumentasi yang kokoh mengapa norma-norma itu bertentangan dengan pasal-pasal di konstitusi itu. Harusnya Anda tunjukkan kalau norma ini, seperti ini lho pertentangannya dengan pasal di konstitusi. Itu yang tidak kelihatan oleh saya, paling tidak, itu harus dipertajam pertentangannya,” tutur Saldi.