Bisnis.com, JAKARTA--Praktisi Hukum Tata Negara Edward Thomas Lamury Hadjon mengajukan uji materil atas Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 2/2011 dan Pasal 239 ayat (2) UU Nomor 17/2014 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Edward menilai bahwa di dalam UU Nomor 2/2011 telah menempatkan partai politik jadi organisasi superior tanpa ada pengawasan dari pemerintah maupun internal partai itu sendiri.
Selain itu, menurutnya, jika terdapat pihak pengawas dari internal partai, maka hal itu hanya bisa diatur melalui AD/ART partai yang penanganannya berbeda di setiap partai politik.
"Namun demikian, organ internal tersebut pun tunduk kepada pimpinan partai politik, dalam hal ini ketua umum. Terlebih mayoritas sistem internal organisasi partai politik di Indonesia menganut sistem demokrasi terpimpin," tuturnya di Jakarta, Senin (10/3/2025).
Edward juga berpandangan tidak adanya pembatasan masa jabatan pimpinan partai politik telah menyebabkan satu figur atau kelompok bahkan keluarga tertentu jadi pemegang kekuasaan di tubuh partai politik dengan waktu atau periode yang begitu panjang.
Menurutnya, hal tersebut bertentangan dengan prinsip konstitusionalisme yang menghendaki ada pembatasan kekuasaan untuk menghindari excessive atau abuse of power.
Baca Juga
"Limitasi kekuasaan ini dapat dilakukan dengan adanya pemaknaan baru terhadap Pasal 2 ayat (1b) UU 2/2011. Apabila masa jabatan pimpinan partai politik tidak dibatasi maka akan membuka ruang abuse of power yang berseberangan dengan prinsip konstitusionalisme, negara hukum, dan demokrasi konstitusional di tubuh partai politik," katanya.
Tidak hanya itu, menurutnya, tidak adanya pembatasan masa jabatan pimpinan partai politik merupakan salah satu penyebab munculnya tindakan otoritaianisme dan dinasti di tubuh partai politik.
Dia mengatakan bagwa praktik politik dinasti merupakan penyakit kronis dalam demokrasi. Politik dinasti melemahkan controlling terhadap pemerintah yang merupakan hal penting dalam negara demokrasi.
"Dinasti politik dan oligarki politik diperkuat karena dalam system ini elit politik berbasis keterikatan darah atau perkawinan. Lalu di Indonesia, elit politik memiliki kemampuan dalam mempengaruhi proses pembuatan keputusan politik. Dalam kontestasi politik, mereka relatif mudah dalam memenangkan kekuasaan," ujarnya.