Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan tiga klaster kasus terkait Pemkot Semarang yang menyeret tersangka Hevearita Gunaryanti Rahayu (HGR) atau Mbak Ita.
Wakil Ketua KPK, Ibnu Basuki Widodo mengatakan kasus pertama yang menyeret Mbak Ita dan suaminya Alwin Basri itu terkait dengan Pengadaan Meja Kursi Fabrikasi SD pada Dinas Pendidikan Kota Semarang TA 2023.
Kasus ini bermula saat Mbak Ita baru dilantik sebagai Wali Kota Semarang pada akhir November 2022. Mulanya, Mbak Ita mengumpulkan terlebih dahulu seluruh Kepala Dinas Kota Semarang, Kepala BPKAD, Kepala BAPPEDA, Kepala BAPENDA hingga seluruh staf ahli wali kota di rumah pribadinya.
"Saat itu, HGR menyampaikan bahwa Kepala OPD harus mengikuti dan mendukung perintah dari HGR dan AB [Ketua Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah 2019-2024]," ujar Ibnu di KPK, Rabu (19/2/2025).
Selang satu bulan, tersangka Alwin Basri (AB) kemudian mengenalkan Sekretaris Disdik kepada Direktur PT Deka Sari Perkasa, Rachmat Utama Jangkar (RUD) agar menjadi penyedia pengadaan meja kursi yang dianggarkan dalam APBD-P TA 2023.
Selanjutnya, Mbak Ita memerintahkan organisasi perangkat daerah atau OPD untuk menyisihkan 10% anggaran untuk digunakan di APBD-P dan meminta Disdik untuk mengurangi beberapa pekerjaan fisik.
Baca Juga
Pada Juli 2023, AB memerintahkan Kadis Pendidikan Bambang untuk memasukkan usulan anggaran Rp20 miliar dan menunjuk RUD sebagai pemenang tender pengadaan meja dan kursi SD. AB juga diduga telah mengatur spek pengadaan agar sesuai dengan perusahaan milik tersangka RUD.
Singkatnya, perbuatan Mbak Ita bersama dengan AB dalam melakukan intervensi terhadap pengadaan ini telah bertentangan dengan aturan yang berlaku.
"Bahwa atas keterlibatan dari AB membantu RUD mendapatkan proyek tersebut, RUD telah menyiapkan uang sebesar Rp1,75 miliar atau sebesar 10% untuk AB," tutur Ibnu.
Kasus Proyek PL Tingkat Kecamatan
Dalam kasus ini, AB selaku Ketua Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah memanggil Eko Yuniarto dan Suroto selaku camat untuk membahas proyek penunjukkan langsung (PL) senilai Rp20 miliar. Pelaksanaan proyek itu dikoordinir langsung oleh Ketua Gapensi Semarang Martono.
"Dan atas hal tersebut, AB meminta komitmen fee kepada M sebesar Rp 2 Miliar," ujar Ibnu.
Pada Desember 2022, seluruh camat Semarang menyatakan untuk menyanggupi permintaan komitmen fee untuk PL di tingkat kecamatan tersebut. Di samping itu, Martono mensosialisasikan kepada seluruh anggota Gapensi Semarang soal proyek PL tersebut.
Namun, bagi anggota Gapensi yang berminat harus bisa menyetorkan uang terlebih dahulu kepada Martono sebesar 13% dari nilai proyek.
"Bahwa komitmen fee yang diterima oleh M atas permintaannya kepada para kontraktor anggota Gapensi adalah senilai Rp1,4 miliar," ujar Ibnu.
Adapun, salah satu PL yang tercatat dalam kasus ini adalah pengadaan mobil hias dalam festival bunga yang diadakan Pemerintahan Kota Semarang.
Selain itu, tersangka Martono juga tercatat menyerahkan Rp2 miliar kepada Alwin sebagai komitmen fee pada Desember 2022.
Adapun, Mbak Ita selaku Walkot Semarang mengetahui adanya komitmen fee tersebut. Dia juga meminta Martono agar menggunakan komitmen fee itu untuk kepentingan Pemkot Semarang yang tidak dianggarkan dalam APBD.
Kasus Permintaan Uang ke Bapenda
Dalam klaster ini, Mbak Ita telah menolak menandatangani draft soal alokasi insentif pungutan pajak atau penghasilan ASN Semarang dari Indriyasari (IIN). Menurut Ibnu, penolakan itu lantaran jumlah yang diterima Mbak Ita tidak jauh berbeda dengan pegawai Bapenda Semarang.
"Dikarenakan HGR menilai jumlah yang diterimanya tidak jauh berbeda dibandingkan jumlah yang diterima oleh Pegawai pada Bapenda Kota Semarang dan juga lebih kecil dibandingkan jumlah yang diterima oleh IA selaku Sekda Semarang," ungkap Ibnu.
Singkatnya, Mbak Ita kemudian meminta tambahan intensif, dengan cara meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum.
"Bahwa atas permintaan dari HGR, pada Periode bulan April s.d. Desember 2023 IIN memberikan uang sekurang-kurangnya Rp2,4 miliar kepada HGR dan AB yang dipotong dari iuran sukarela Pegawai Bapenda Kota Semarang dari TPP triwulan 1-4 tahun 2023. Dengan rincian pemberian per Orang per triwulan Rp300 juta," pungkas Ibnu.
Atas perbuatannya, Mbak Ita dan Suaminya, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU No.20/2001 tentang Perubahan Atas UU No.31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.