Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Korea Selatan (Korsel) Yoon Suk Yeol masih menerima gaji tahunan hingga Rp2,7 triliun, meskipun telah dimakzulkan oleh Parlemen atau Majelis Nasional pada Sabtu (14/12/2024) atas imbas dekrit darurat militer.
Dikutip melalui reuters, Kekuasaan dari Presiden Ke-20 Korsel itu saat ini telah dialihkan kepada Penjabat Presiden Perdana Menteri Han Duck-soo, perdana menteri yang dipilih Yoon sebelumnya.
Meski begitu, saat ini dirinya masih menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait statusnya ke depan. Meskipun telah dilucuti dari tugas dan kekuasaannya sebagai kepala negara tetapi sebelum keputusan terbit maka dirinya masih tetap menjadi presiden sementara.
Yoon masih tetap menjabat sebagai presiden meskipun tugasnya ditangguhkan, sehingga dirinya berhak untuk tetap berada di kediaman resminya, menggunakan iring-iringan mobil kepresidenan, pesawat, dan keamanan presiden.
Bahkan, Yoon akan terus menerima gaji tahunannya sebesar 255 juta won atau sekitar US$170.000 yang apabila dirupiahkan, maka dirinya akan mendapatkan gaji tahunan hingga Rp2,7 triliun.
Namun, apabil Mahkamah tertinggi Korsel telah memutuskan untuk memberhentikannya dari kursi Presiden, Yoon akan kehilangan semua manfaat yang diberikan kepada mantan presiden, termasuk pensiun senilai 95% dari gajinya saat pensiun dan staf hingga empat orang.
Baca Juga
Kendati demikian, dia akan terus menerima perlindungan keamanan tetapi tidak dukungan finansial untuk kantor pribadi, transportasi, dan perawatan medis untuk dirinya dan keluarganya.
Saat masa peralihan ini, seluruh kekuasaan konstitusional utama Yoon telah dialihkan, termasuk kekuasaan untuk menandatangani perjanjian diplomatik, menunjuk diplomat, dan menempatkan masalah-masalah penting nasional pada urusan luar negeri, pertahanan, dan penyatuan ke dalam referendum.
Yoon juga kehilangan satu-satunya kekuasaan untuk menyatakan darurat militer dan untuk menyatakan perang terhadap negara asing, komando militer, dan kekebalan dari tuntutan atas kejahatan.
Kewenangan untuk menunjuk pejabat publik termasuk menteri kabinet, kepala hakim Mahkamah Agung, dan tiga lowongan di Mahkamah Konstitusi juga ditangguhkan.