Bisnis.com, JAKARTA - Suara tangis bayi memecah keheningan malam di tepi sebuah sungai tak jauh dari Desa Uzuzozo, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Tangis bayi yang baru dilahirkan itu menjadi kebahagiaan orang-orang di sekitarnya: orang tua dan sang bidan bernama Theresia Dwiaudina Sari Putri.
Membantu persalinan di pinggir sungai menjadi salah satu kisah heroik seorang bidan yang berkarya di desa terpencil di Nusa Tenggara Timur.
Saat menjalani sekolah menengah atas, Dini - sapaan akrabnya - tak pernah berkeinginan menjadi bidan. Dia sebenarnya berkeinginan melanjutkan sekolah seni musik, bidang yang disenanginya.
Melanjutkan sekolah di bidang kesehatan merupakan permintaan orang tuanya. Singkat cerita, Dini menyelesaikan pendidikan kebidanan di sebuah sekolah tinggi ilmu kesehatan di Surabaya dan berniat kembali ke kampung halamannya di Desa Kekandere, Kecamatan Nangapanda, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur.
Bidan Dini (baju hijau) bersama ibu-ibu di Desa Uzuzozo/Instagram @dwiaudn_
"Setelah itu [sekolah] saya pulang kampung. Namun ada keinginan saya untuk mengabdi dan mengembangkan kampung halaman," ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Hanya setahun, tepatnya pada 2016, Dini mengabdi sebagai bidan di kampung halamannya. Desa Uzuzozo menjadi tempat pengabdian selanjutnya, yakni pada 2017.
Di sana, Dini berdedikasi membantu persalinan sekaligus membangun kesadaran warga akan pentingnya kesehatan selama 7 tahun.
Dalam keterbatasan fasilitas dan akses medis, bidan Dini terus berjuang memberikan pelayanan terbaik. Meskpun pada awalnya harus mengalami penolakan.
Saat itu, warga desa Uzuzozo lebih mempercayakan proses persalinan kepada dukun, dibandingkan dengan bidan atau tenaga kesehatan lainnya.
"Susah memang, tetapi saya bertahan," ujarnya.
Kesadaran Warga Desa Terbentuk
Jumlah tenaga kesehatan di Desa Uzuzozo terbilang sedikit. Bahkan, bidan Dini menjadi salah satu pionir di sana. Meskipun menjadi berprofesi sebagai bidan, tak lantas membuat Dini berpuas diri sekadar membantu proses persalinan.
Dia menyadari betul bahwa persoalan di Desa Uzuzozo lebih kompleks. Kesadaran akan pentingnya kesehatan masih minim.
"Tingkat pendidikan sebagian besar warga [desa] harus diakui sangat rendah. Bahkan SD pun tidak," ujar Dini.
Oleh karenanya, Dini berusaha sedikit demi sedikit membangun kesadaran warga desa terhadap kesehatan seperti sanitasi sehat hingga makan makanan bergizi bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan anak-anak. Bersyukur, kata Dini, upaya tersebut sejalan dengan program pemerintah yang terwujud dalam dana desa.
"Dana desa harus dikelola dengan baik sesuai dengan kebutuhan warga desa," tutur Dini.
Bidan Dini memberikan vitamin kepada seorang anak di Desa Uzuzozo / Instagram @dwiaudn_
Meskipun tak mudah, perlahan kesadaran warga Desa Uzuzozo akan kesehatan mulai terbentuk. Saat ini, semua ibu hamil telah memeriksakan kandungan ke bidan dan melahirkan di fasilitas kesehatan.
Dia juga mengajarkan para orang tua, terutama ibu-ibu, tentang pola asuh yang baik dan nutrisi yang sehat untuk anak. Hasilnya, jumlah bayi stunting di Uzuzozo terus berkurang, dari 15 anak pada 2019 hingga saat ini tinggal tiga anak yang mengalami stunting.
"Puji Tuhan, hidup saya bisa memberi manfaat bagi sesama," ujarnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase stunting di Kabupaten Ende terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada 2021, prevalensi stunting mencapai 14%, lalu menurun menjadi 9% pada 2022. Kemudian pada 2023, persentase tersebut kembali melandai menjadi 7%.
Kisah Bidan Dini adalah potret nyata dari dedikasi dan pengorbanan seorang petugas kesehatan di daerah pedalaman. Di tengah keterbatasan, dia tetap teguh menjalankan tugasnya dengan penuh kasih dan semangat.
Tak heran jika perjuangan bidan Dini di desa Uzuzozo diganjar penghargaan di bidang kesehatan.