Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jadi Tersangka Kasus APD, Eks Pejabat Kemenkes Ngaku Bakal Ditahan KPK

Eks pejabat Kemenkes Budi Sylvana, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan APD, mengaku bakal ditahan KPK pada hari ini.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Bisnis/Abdullah Azzam
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. Bisnis/Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana, yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan APD Covid-19, mengaku bakal ditahan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis (3/10/2024). 

Budi merupakan satu dari tiga orang yang ditetapkan tersangka. Dua orang lainnya yaitu Direktur PT Permana Putra Mandiri (PPM) Ahmad Taufik dan Direktur PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo. 

Kuasa hukum Budi Sylvana, Ali Yusuf menyebut penahanan terhadap kliennya itu seharusnya dilakukan, Senin (30/9/2024). Namun, dia mengaku menyesalkan sikap KPK yang membuka soal informasi penahanan tersebut ke publik melalui media. 

"Tentunya informasi akan adanya penahanan yang sudah diumumkan pada Senin 30 September 2024 kemarin mengganggu kesehatan mental klien kami sehingga pemeriksaan pada hari ini, dalam suasana hati tertekan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (3/10/2024). 

Dalam keterangan tersebut, Ali juga menjelaskan awal mulai keterlibatan Budi sebagai PPK Kemenkes pada pengadaan APD saat pandemi Covid-19 2020 lalu.

Dia mengatakan bahwa kliennya merupakan pengganti dari PPK sebelumnya, Eri Gunawan yang mengundurkan diri. Perannya hanya sebagai juru bayar.

Adapun, anggaran negara yang dipakai untuk pengadaan 5 juta set APD itu, yakni berasal dari Dana Siap Pakai (DSP) milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 

Pihak Budi mencatat, jumlah APD yang telah diterima pertama kali sampai dengan 9 Mei 2020 yakni 2,14 juta set APD. Jumlah yang sudah dibayar oleh PPK berdasarkan invoice dan kuitansi pembayaran adalah sekitar 1 juta set, dengan biaya belum termasuk PPN Rp719,8 miliar. 

Pada saat itu, satu set APD disepakati dengan harga US$48,4. Ali menyebut pihaknya sudah melakukan negosiasi ulang dengan PT PPM dan PT EKI pada April 2020. Pengiriman APD pun telah diminta agar dihentikan sementara. Negosiasi ulang disepakati pada Mei 2020.

Ali menyebut bahwa harga US$48,4 per set APD itu sudah disepakati oleh berbagai pihak termasuk KPK, pada rapat yang diselenggarakan sebelum pengadaan.

"Perlu diketahui harga APD sebesar 48,4 USD itu sudah disepakati oleh semua peserta rapat yang hadir. Di antaranya BNPB sebagai pihak kuasa pengguna anggaran (KPA), pejabat Kemenkes, Pejabat TNI, Polri, BPKP, LKPP, Kejaksaan Agung bahkan KPK," terang Ali. 

Pihak mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes itu lalu mengakui, bahwa adanya audit yang dilakukan terhadap pengadaan APD itu sebanyak dua tahap. Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, audit itu menemukan adanya koreksi kewajaran harga sekitar Rp625 miliar. 

Kemudian, audit oleh BPKP itu juga menemukan adanya kewajiban pengembalian atas kelebihan pembayaran ke kas negara sebesar Rp8,11 miliar. Kelebihan bayar itu dibebankan kepada PT PPM dan PT EKI.

"Setiap rekomendasi dari hasil audit BPKP tidak ada menyebutkan Budi Sylvana telah melakukan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian negara," ujar Ali.

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper