Bisnis.com, JAKARTA – Staf Khusus Presiden di Bidang Hukum Dini Purwono angkat bicara mengenai permintaan Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak mengirimkan hasil seleksi calon pimpinan (capim) KPK ke DPR.
Dia mengatakan meskipun alasan MAKI didasari karena Jokowi berpotensi melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022, tetapi upaya menggugat Presiden ke PTUN jika tetap menyetor nama-nama capim KPK adalah tindakan yang keliru.
Penyebabnya, masa jabatan pimpinan dan Dewas KPK yang sedang menjabat pada saat ini akan berakhir pada 20 Desember 2024. Sehingga, apabila pembentukan pansel harus menunggu presiden yang baru diangkat pada 20 Oktober 2024, maka secara logika tidak akan cukup waktu bagi pansel untuk bekerja.
“Dengan demikian pansel memang harus dibentuk oleh presiden yang sedang menjabat pada saat ini agar memberikan waktu yang cukup sehingga pansel tidak tergesa-gesa dalam melaksanakan tugasnya dan dapat menjaring nama yang kredibel untuk menduduki posisi pimpinan dan Dewas KPK,” ujarnya kepada wartawan melalui pesan teks, Kamis (3/10/2024).
Lebih lanjut, dia pun menekankan bahwa secara substansi tidak ada masalah siapa yang akan menyerahkan nama-nama calon pimpinan dan Dewas KPK ke DPR.
Menurutnya, entah Presiden Jokowi atau Presiden terpilih periode 2024—2029 Prabowo Subianto sekalipun yang menyerahkan tidak melanggar substansi dan akan sesuai proses seleksi pansel.
Baca Juga
“Proses penyerahan nama ke DPR sifatnya hanya administratif mengingat nama-nama sudah diseleksi dan diumumkan oleh pansel,” ucapnya.
Apalagi, kata Dini bahwa perlu diperhatikan jangka waktu penyerahan nama calon pimpinan dan Dewas KPK ke DPR sudah diatur dalam UU KPK, yaitu maksimal 14 hari kerja sejak pansel menyerahkan nama kepada Presiden.
“Jadi penyerahan nama-nama oleh Presiden ke DPR adalah semata mata pelaksanaan amanah UU agar tidak melewati batas waktu maksimal yang sdh ditentukan,” pungkas Dini.