Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hubungan China-Filipina Memanas Akibat Insiden di Laut China Selatan

Pemerintah Filipina dan China telah saling menuduh ada pihak yang sengaja menabrak kapal penjaga pantai di Laut China Selatan.
Foto insiden tabrakan Kapal China dengan kapal Penjaga Pantai Filipina di perairan Laut China Selatan, Selasa (5/3/2024)./X-@jaytaryela
Foto insiden tabrakan Kapal China dengan kapal Penjaga Pantai Filipina di perairan Laut China Selatan, Selasa (5/3/2024)./X-@jaytaryela

Bisnis.com, JAKARTA - China meminta Filipina untuk mempertimbangkan secara serius mengenai masa depan hubungan negara antara keduanya yang berada di “persimpangan jalan” akibat meningkatnya eskalasi konflik di Laut China Selatan

Pemerintah Filipina dan China telah saling menuduh ada pihak yang sengaja menabrak kapal penjaga pantai di jalur yang bersengketa dalam beberapa bulan terakhir.

Termasuk bentrokan hebat yang terjadi pada Juli 2024 dan menyebabkan seorang pelaut Filipina kehilangan jarinya.

Insiden tersebut membayangi upaya kedua negara untuk membangun kepercayaan dan berkonfrontasi dengan lebih baik serta menyiapkan jalur komunikasi baru untuk menangani sengketa maritim.

“Hubungan China-Filipina berada di persimpangan jalan, menghadapi pilihan jalan mana yang harus ditempuh,” kata Zhong Sheng dalam komentar The People’s Daily, dikutip dari Reuters, Senin (9/9/2024).

Menurutnya dialog dan konsultasi antara China dan Filipina menjadi satu-satunya jalan yang benar. Pasalnya, kata dia, tidak ada jalan keluar dari konflik melalui konfrontasi di Laut China Selatan. 

“Manila [Filipina] harus mempertimbangkan dengan serius masa depan hubungan China-Filipina dan bekerja sama dengan China untuk mendorong hubungan bilateral kembali ke jalurnya,” tambah Zhong Sheng.

China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan, termasuk bagian yang diklaim oleh Filipina, Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam.

Adapun sebagian jalur perairan tersebut dilalui perdagangan senilai US$3 triliun setiap tahunnya. Jalur ini diyakini kaya akan endapan minyak, gas alam, dan ikan.

Pada 2016, Permanent Court of Arbitration menemukan klaim China tersebut tidak memiliki dasar hukum sehingga putusannya ditolak. (Annisa Nurul Amara) 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Redaksi
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper