Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PP Muhammadiyah: Putusan MK Dapat Mengakhiri Tirani & Dominasi Parpol

Sekertaris Umum PP Muhammadiyah menilai keputusan MK soal ambang batas dukungan parpol dapat mengakhiri tiani dan dominasi partai dalam menentukan kepemimpinan.
Sekertaris Umum PP Muhammadiyah menilai keputusan MK soal ambang batas dukungan parpol dapat mengakhiri tiani dan dominasi partai dalam menentukan kepemimpinan. Dok Istimewa
Sekertaris Umum PP Muhammadiyah menilai keputusan MK soal ambang batas dukungan parpol dapat mengakhiri tiani dan dominasi partai dalam menentukan kepemimpinan. Dok Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA — Sekertaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menilai keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal ambang batas dukungan parpol diharapkan dapat mengakhiri tiani dan dominasi partai dalam menentukan kepemimpinan.

Abdul Mu'ti mengaku kagum dan mengapresiasi langkah MK yang berani mengambil keputusan tegas terkait Pilkada dan persyaratan calon kepada daerah.

"Keputusan MK itu diharapkan dapat mengakhiri tirani dan dominasi partai politik besar dalam menentukan kepemimpinan di daerah maupun di pusat," kata Abdul mengutip unggahan instagram TV Muhammadiyah Rabu (21/8/2024).

Selain itu, tambah Abdul, keputusan MK itu juga akan membawa perubahan mendasar dan membawa arah baru kehidupan politik dan demokrasi di Indonesia.

Sekadar informasi, MK telah mengeluarkan 2 putusan penting tentang Pilkada 2024. Pertama, majelis hakim konstitusi mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terhadap UU Pilkada khususnya pada Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada.

Adapun syarat untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur yakni, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut.

Selanjutnya, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut.

Kemudian, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut.

Sedangkan yang terakhir, provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut.

Kedua, putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Wakil Ketua MK, Saldi Isra menyatakan bahwa KPU menetapkan batas usia minimum calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sesuai dengan batas usia minimum yang diatur dalam UU.

Perkara tersebut menguji konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).

"Berkenaan dengan ini, penting bagi Mahkamah menegaskan, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah," ujar Saldi Isra di Ruang Sidang Pleno MK, Selasa (20/8/2024). 

Lebih lanjut, MK memberi ultimatum kepada KPU untuk mengikuti pertimbangan MK dalam putusan ini. Saldi mengatakan ada dampak serius terhadap hasil pemilu jika KPU tidak mengikuti putusan MK. 

"Jika penyelenggara tidak mengikuti pertimbangan dalam putusan Mahkamah a quo, sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilihan, calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang tidak memenuhi syarat dan kondisi dimaksud, berpotensi untuk dinyatakan tidak sah oleh Mahkamah," tegas Saldi.

Manuver Baleg DPR

Badan Legislasi (Baleg) DPR RI memutuskan untuk menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait syarat ambang batas pencalonan di Pemilihan Kepala daerah (Pilkada). 

Dalam rapat Baleg DPR yang dihadiri oleh pemerintah dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi memimpin jalannya rapat untuk membahas daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU Pilkada. 

Setelah hampir satu jam, Baleg akhirnya membahas pasal tambahan yang memasukkan putusan MK tentang Pilkada yang diketok oleh Hakim Konstitusi pada Selasa (20/8/2024). 

"Ada usulan baru berkaitan dengan pasal 40, menyikapi dampak putusan MK yang baru ditetapkan. Kami bacakan satu per satu," ujar Achmad Baidowi di kompleks parlemen, Rabu (21/8/2024). 

Adapun, dalam rapat di Baleg DPR ketentuan pasal 40 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

(1) Partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftaran calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPRD atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.

Artinya, tidak ada perubahan RUU Pilkada yang diajukan Baleg DPR saat ini, dan mengacu putusan MK, jika dibandingkan dengan UU No 10/2016 tentang Pilkada. Berikut perbandingannya: 

Pasal 40 UU No 10/2016 tentang Pilkada

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan

Setelah itu, Baleg DPR baru memasukkan pasal baru terkait ambang batas dengan menafsirkan putusan MK. Berikut detilnya:

(2) Partai politik atau gabungan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD Provinsi dapat mendaftarkan calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur dengan ketentuan:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta (2.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% (sepuluh persen) di provinsi tersebut;

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta (2.000.000) jiwa sampai 6 juta (6.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% (delapan koma lima persen) di provinsi tersebut;

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta (6.000.000) jiwa sampai 12 juta (12.000.000) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% (tujuh setengah persen) di provinsi tersebut;

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% (enam koma lima persen) di provinsi tersebut.

Rencananya, DIM RUU Pilkada yang dibahas oleh Baleg DPR akan diajukan ke rapat paripurna pada Kamis (22/8/2024). Jika pasal tersebut diloloskan oleh sidang paripurna DPR, maka PDIP dipastikan tidak akan bisa untuk mengajukan calon kepala daerah pada Pilkada Jakarta 2024 dan beberapa wilayah lainnya. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ibad Durrohman
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper