Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Sebut Revisi UU Pilkada Inkonstitusional

Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menilai revisi UU Pilkada yang dipaksakan oleh Baleg DPR RI akan membuat aturan tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
Mantan Ketua Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (tiga kiri).  Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menilai revisi UU Pilkada yang dipaksakan oleh Baleg DPR RI akan membuat aturan tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.
Mantan Ketua Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (tiga kiri). Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva menilai revisi UU Pilkada yang dipaksakan oleh Baleg DPR RI akan membuat aturan tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.

Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menilai revisi UU Pilkada yang dipaksakan oleh Badan Legislasi DPR RI akan membuat aturan tersebut cacat hukum dan inkonstitusional.

"Jika DPR mensahkan perubahan UU Pilkada dengan tetap memuat pasal ambang batas perolehan kursi dalam Pasal 40 ayat (1) sebagai sarat pencalonan kepala daerah jelas inkonstitusional," kata Hamdan dikutip dari akun X pribadinya @hamdanzoelva Rabu (21/8/2024).

Hal itu kata Hamdan, lantaran ketentuan tersebut sudah dinyatakan inkonstitusional oleh MK sebelumnya. Sehingga jika dipaksakan akan berisiko cacat hukum.

Hal senada disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Pakar Hukum Tata Negara Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY) W. Riawan Tjandra yang menyebut revisi UU Pilkada yang dipaksakan akan membuat aturan tersebut cacat hukum kronis dan batal lantaran tak sesuai dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945.

"Secara hukum, jika DPR memaksakan merevisi UU Pilkada, UU itu cacat hukum kronis dan batal demi hukum karena bertentangan dengan UUD Negara RI 1945," kata Riawan dikutip Antara.

Selain itu, dia mengatakan revisi UU Pilkada dapat menjadi pintu masuk gerakan rakyat di jalanan secara meluas.

Hal itu disebabkan oleh DPR dan pemerintah yang dikendalikan rezim politik sudah berada di ujung akhir masa jabatan bersikap plin-plan dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pasalnya, terdapat perlakuan yang berbeda antara Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka.

Sementara putusan MK Nomor Nomor 60/PUU/XXII/2024 mengubah ambang batas pencalonan partai politik atau gabungan partai politik untuk mengusung pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.

Menurutnya, apabila pemerintah dan DPR tidak hati-hati dan bijak gerakan rakyat yang akan terjadi bisa menumbangkan pemerintahan sebelum Oktober.

Ia juga tak menutup kemungkinan akan timbul ketidakpercayaan publik terhadap calon presiden dan wakil presiden terpilih.

Hal itu diperparah dengan menurunnya kesejahteraan masyarakat sementara proyek mercusuar Ibu Kota Nusantara (IKN) telah melemparkan rakyat dan negara ke dalam akselerasi jerat hutang luar negeri.

Baleg DPR Bawa RUU Pilkada ke Paripurna

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakt untuk membahas RUU Pilkada ke sidang paripurna. Delapan dari sembilan fraksi menyetujui beleid tersebut hari ini pada Rapat Pengambilan Keputusan Hasil Pembahasan RUU Pilkada, Rabu (21/8/2024). 

Adapun dari sembilan fraksi, hanya PDI Perjuangan (PDIP) yang menyatakan tidak sependapat apabila RUU tersebut dibawa ke tahap selanjutnya. 

Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi, selaku pimpinan rapat, menanyakan kepada para fraksi apabila bisa disetujui RUU tersebut dibawah ke tahap selanjutnya. Awiek, sapaannya, menanyakan kembali persetujuan peserta rapat usai mendengarkan keseluruhan pandangan fraksi. 

"Setelah bersama-sama kita mendengarkan pendapat atau pandangan fraksi-fraksi selanjutnya, kami memminta persetujuan rapat. Apakah hasil pembahasan RUU tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota menjadi undang-undang dapat diproses lebih alnjut sesuai peraturan perundang-undangan," tanya Awiek ke peserta rapat.

Sempat ada interupsi dari anggota DPR PDIP Masinton Pasaribu. Fraksinya memang menyatakan tidak sependapat dengan mayoritas fraksi. 

"Hari ini kita kemudian mensiasati putusan konstitusional mahkamah konstitusi itu dengan kita membuat perubahan UU yang kita tuh undang-undang ini diperuntukan untuk siapa? Kita bisa mengakali peraturan dengan membuat peraturan, namun kita tidak bisa membutakan kebenaran itu sendiri, pak Menteri. Biarlah forum ini pak Menteri, pak Menteri Dalam Negeri, Menkumham yang baru sahabat saya, kita menjadi saksi dan pelaku dari keburukan demokrasi hari ini," ujar Masinton. 

Namun, Awiek tetap melanjutkan persetujuan tersebut dan mengetok palu sidang.  "[Setuju] Alhamdulillah. Terima kasih," ujarnya setelah peserta rapat menyatakan setuju. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Newswire
Editor : Ibad Durrohman
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper