Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Periksa Mantan Bos PTPN III di Kasus Lahan HGU PTPN XI

KPK memeriksa mantan Direktur Utama PTPN III Dolly Parlagutan Pulungan, dalam perkara dugaan korupsi lahan hak guna usaha (HGU) PTPN XI.
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Bisnis/Arief Hermawan P

Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama BUMN PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III Dolly Parlagutan Pulungan, dalam perkara dugaan korupsi lahan hak guna usaha (HGU) PTPN XI

Pihak KPK mengonfirmasi kehadiran Dolly dalam pemeriksaan hari ini, Senin (12/8/2024). Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Utama PTPN XI Mochamad Cholidi (MC). 

"[Saksi] hadir. Didalami terkait kronologis pengadaan lahan di PTPN XI," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan melalui keterangan tertulis. 

Berdasarkan catatan Bisnis, Dolly sebelumnya terjerat kasus suap distribusi gula PTPN III pada 2019. Perkaranya sudah diadili di persidangan dan diganjar vonis lima tahun penjara serta denda Rp300 juta subsidair tiga bulan kurungan. Dia terbukti menerima suap 345.000 dolar Singapura.  

Kemudian, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) Dolly pada 2021. Hukumannya pun dipotong menjadi empat tahun penjara dan denda Rp200 juta subsidair enam bulan kurungan. Pihak MA saat itu menyebut dikabulkannya PK Dolly lantaran dia menjadi korban pemerasan dari salah satu saksi.

Adapun pada perkara lahan HGU PTPN XI, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka yaitu Direktur PTPN XI 2016 Mochamad Cholidi (MC); Kepala Divisi Umum, Hukum dan Aset PTPN XI 2016 Mochamad Khoiri (MK); dan Komisaris Utama PT Kejayan Mas Muhchin Karli (MHK).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan kasus tersebut diduga merugikan keuangan negara sekitar Rp30,2 miliar. Kasus itu bermula dari penawaran lahan seluas 79,5 hektare dari Direktur dari PT Kejayan Mas ke Direktur PTPN XI pada 2016. 

Lahan yang terletak di Kecamatan Kejayan, Kabupaten Pasuruan itu ditawar dengan harga Rp125.000 per meter persegi (m2). Penawaran itu disetujui oleh MC selaku Direktur PTPN XI saat itu, dengan memerintahkan MK untuk menyusun draft SK tim pembelian tanah untuk tanaman tebu sendiri PTPN XI. 

KPK menduga MC memerintahkan MK untuk langsung mengajukan anggaran Rp150 miliar, tanpa kajian mendalam soal kelayakan kondisi lahan. Harga lahan yang ditawar Rp120.000 per m2 itu langsung disepakati, kendati Kepala Desa setempat menerangkan nilai pasar lahan hanya Rp35.000 sampai dengan Rp50.000 per m2.

Setelah itu, MC dan MK diduga memerintahkan adanya pembuatan dokumen fiktif terkait dengan laporan akhir kajian kelayakan lahan calon lokasi budidaya tebu PG Kedawoeng.

Dokumen diduga fiktif itu berguna sebagai salah satu syarat kelengkapan dokumen untuk mencairkan uang muka termasuk pelunasan yang diajukan ke perseroan.

Selain dugaan dokumen fiktif, KPK menduga harga pembelian lahan calon budidaya tebu itu tidak wajar dan digelembungkan (mark up).

Dugaan itu berdasarkan hasil review dan pemeriksaan P2PK Kementerian Keuangan, serta diperkuat dengan hasil kaji ulang litigasi Dewan Penilai Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (Mappi) dan hasil penilaian KJPP Sisco Cabang Surabaya. 

"MC juga tetap memaksakan dilakukan pembelian lahan walaupun fakta di lapangan diketahui persis yang bersangkutan dengan kondisi lahan memang tidak layak untuk ditanami tebu karena faktor keterbatasan lereng, akses dan air," papar Alex. 

Lembaga antirasuah lalu menduga adanya uang Rp1 miliar yang dibagikan oleh MHK ke berbagai pihak di PTPN XI karena mendukung kelancaran proses transaksi lahan itu.

Di sisi lain, audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp30,2 miliar akibat pembelian lahan oleh PTPN XI. 

"Berdasarkan hasil perhitungungan kerugian keuangan negara dari BPKP akibat pengadaan dimaksud senilai Rp30,2 miliar," tutup Alex.

Atas perbuatan ketiga tersangka, mereka dijerat dengan pasal kerugian keuangan negara yakni pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper