Bisnis.com, JAKARTA - Dipilihnya Yahya Sinwar sebagai pengganti Ismail Haniyeh untuk memimpin Hamas, ternyata membuat Israel ketakutan.
Israel disebut dalam keadaan "ketar-ketir" akan serangan Hamas yang bisa dilancarkan kapan saja. Pasalnya Sinwar menjadi buron sejak lama.
Melansir NYTimes, Sinwar dulunya adalah tawanan Israel yang akhirnya dibebaskan setelah melalui kesepatakan keras dengan Hamas.
Menurut catatan pengadilan Israel, Sinwar menghabiskan lebih dari dua dekade di penjara Israel.
Di sana, Sinwar belajar bahasa Ibrani dan mengembangkan pemahaman tentang budaya dan masyarakat Israel.
Saat dipenjara, Sinwar memanfaatkan program universitas online dan membaca berita Israel. Dia menerjemahkan ke dalam bahasa Arab puluhan ribu halaman otobiografi selundupan berbahasa Ibrani yang ditulis oleh mantan kepala badan keamanan dalam negeri Israel, Shin Bet.
Baca Juga
Yuval Bitton, seorang dokter gigi Israel yang merawat Sinwar ketika dia ditahan dan menjalin hubungan dengannya, mengatakan bahwa Sinwar diam-diam membagikan halaman terjemahan tersebut sehingga narapidana dapat mempelajari taktik kontraterorisme yang dilakukan lembaga tersebut.
"Sinwar suka menyebut dirinya “spesialis dalam sejarah orang-orang Yahudi,” kata Dr. Bitton.
Selama di penjara, Sinwar juga menulis sebuah novel berjudul “The Thorn and the Carnation" yang menceritakan seorang anak laki-laki Gaza bernama Ahmed, muncul dari persembunyiannya pada tahun 1967.
Secara garis besar, tema novelnya itu berkaitan dengan pengorbanan tanpa akhir yang dituntut oleh perlawanan.
Adapun Sinwar lahir di Gaza pada tahun 1962 dari sebuah keluarga yang meninggalkan rumahnya, bersama dengan beberapa ratus ribu orang Arab Palestina lainnya yang melarikan diri atau terpaksa mengungsi selama perang seputar pembentukan negara Israel.
Pemindahan ini sangat mempengaruhi keputusannya untuk bergabung dengan Hamas pada tahun 1980-an. Saat itu, ia direkrut oleh pendiri Hamas, Sheik Ahmed Yassin, yang mengangkatnya menjadi kepala unit keamanan internal yang dikenal sebagai Al Majd.
Sinwar memiliki tugas untuk menemukan dan menghukum mereka yang dicurigai melanggar hukum moralitas Islam atau bekerja sama dengan penjajah Israel.
Posisinya ini membuat dirinya terus berselisih paham hingga jadi incaran otoritas Israel.
Meskipun para pejabat Hamas sebelumnya bersikeras bahwa Sinwar tidak mempunyai hak untuk mengambil keputusan akhir dalam keputusan kelompok tersebut, tapi peran kepemimpinan dan kepribadiannya yang kuat telah memberinya peran yang sangat.
Pernyataan itu pun dikonfirmasi oleh sekutu maupun musuh, yang menilai Sinwar "kuat dan berbahaya".
“Tidak ada keputusan yang dapat diambil tanpa berkonsultasi dengan Sinwar,” kata Salah al-Din al-Awawdeh, seorang anggota Hamas dan analis politik yang berteman dengan Sinwar ketika mereka berdua dipenjara di Israel pada tahun 1990an dan 2000an.
Ia mengatakan bahwa Sinwar bukanlah pemimpin biasa. Pemimpin baru Hamas itu adalah orang yang berkuasa dan arsitek berbagai peristiwa.