Bisnis.com, JAKARTA — Korea Utara (Korut) akhirnya angkat bicara terkait deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) NATO.
KTT NATO yang digelar selama tiga hari di Washington, Amerika Serikat (AS) dan dimulai pada Selasa (9/7/2024), mengecam ekspor senjata Korut ke Rusia. Dalam deklarasinya, KTT NATO menyebut praktik ekspor senjata itu ilegal dan memperingatkan adanya ‘tindakan balasan strategis’ yang kuat.
Dalam deklarasi itu, 32 pemimpin negara aliansi NATO dan empat mitra Indo-Pasifik mereka yaitu Korea Selatan, Jepang, Australia dan Selandia Baru, membahas kekhawatiran mengenai hubungan militer yang semakin erat antara Pyongyang dan Moskow.
Korut pun mengkritik deklarasi KTT NATO tersebut, Sabtu (13/7/2024). Juru bicara Kementerian Luar Negeri Korut membuat pernyataan tersebut setelah
Dalam pernyataan yang dirilis Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), dan dikutip Yonhap News, juru bicara tersebut mengatakan deklarasi itu memantik 'Perang Dingin' dan konfrontasi militer.
Dia mengatakan situasi itu memerlukan strategi baru untuk menangkal upaya AS memperluas aliansi militernya.
Baca Juga
Republik Demokratik Rakyat Korea (DPRK) bersumpah akan mencegah agresi dan mempertahankan perdamaian dengan tindakan balasan strategis yang lebih kuat, menurut pernyataan itu.
Selain Korut, China juga angkat bicara ihwal deklarasi KTT Nato. Juru Bicara Misi China untuk Uni Eropa menyebut bahwa hasil konferensi tingkat tinggi di Washington itu penuh dengan kebohongan dan provokasi.
Pasalnya, draf dokumen tersebut memuat pernyataan bahwa China menjadi salah satu pihak yang membiarkan terjadinya serangan Rusia ke Ukraina. Selain itu, negara pimpinan Xi Jinping tersebut juga dinilai menjadi tantangan sistemik bagi Eropa, khususnya dari segi keamanan.
“Seperti yang kita ketahui bersama, China bukanlah pencipta krisis di Ukraina,” katanya dalam pernyataan resmi Misi China untuk Uni Eropa, dilansir Reuters pada Kamis (11/7/2024).