Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kejagung Bantah Alex Marwata, Sebut Koordinasi dengan KPK Berjalan Baik

Kejagung bantah pernyataan KPK tentang supervisi pemberantasan korupsi tidak berjalan baik.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan pers terkait penahanan mantan Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (kiri) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (kanan) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023). KPK menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertan
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (tengah) memberikan keterangan pers terkait penahanan mantan Menteri Pertanian Syarul Yasin Limpo (kiri) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta (kanan) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023). KPK menahan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemerasan dalam jabatan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertan

Bisnis.com, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) membantah pernyataan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Alexander Marwata yang menyatakan bahwa supervisi antara KPK, Kejaksaan hingga Polri tidak berjalan baik.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar membantah pernyataan dari Alex. Sebab, pernyataan pimpinan lembaga antirasuah itu dinilai tidak beralasan.

"Selama ini hubungan Kejaksaan dengan KPK berjalan dengan baik dan sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing, apalagi kewenangan KPK justru lebih besar dari Kejaksaan sehingga tidak beralasan jika Kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi," ujar Harli di Kejagung, Selasa (2/7/2024).

Dia menambahkan, Kejaksaan selalu memberikan dukungan terhadap KPK dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Misalnya, seperti memberikan perbantuan tenaga jaksa, fasilitas mobil tahanan dan pengamanan bagi tahanan serta jaksa uang bersidang.

"Jika KPK menengarai ada pintu yang tertutup untuk koordinasi, sebaiknya diungkap dengan detil terkait peristiwa apa, di daerah mana, dan terkait persoalan apa supaya jelas dan dapat dipertanggungjawabkan," tambahnya.

Oleh sebab itu, Harli menyarankan agar Alexander Marwata atau pimpinan KPK lain yang menyatakan hubungan koordinasi antar lembaga anti rasuah tidak baik agar mengecek kondisi lapangan

"Sebaiknya sebelum menyampaikan pernyataan, Wakil Ketua KPK terlebih dahulu melihat fakta di lapangan sehingga pernyataan yang diberikan akan lebih valid," tegas Harli.

Pernyataan Alexander Marwata 

Adapun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengakui telah gagal memberantas korupsi selama 8 tahun memimpin lembaga tersebut. 

Alex, sapaannya, telah menjadi pimpinan KPK sejak periode 2015-2019 era Ketua KPK Agus Rahardjo. Dia kemudian lanjut menjadi pimpinan KPK untuk periode 2019-2024 era Firli Bahuri (kini sudah digantikan Nawawi Pomolango). 

Pada rapat kerja (raker) bersama Komisi III DPR, Senin (1/7/2024), Alex mengaku gagal memberantas korupsi kendati sudah delapan tahun lebih menjadi pimpinan KPK. 

"Saya harus mengakui, secara pribadi 8 tahun saya di KPK kalau ditanya apakah pak Alex berhasil? Saya tidak akan sungkan-sungkan, saya gagal memberantas korupsi. Gagal," ujarnya kepada peserta rapat.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang menunjukkan situasi dan kondisi tersebut. Misalnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2023 yang stagnan di skor 34. Skor itu, terang Alex, kembali ke titik titik awal ketika dia pertama kali menjadi pimpinan KPK di 2015. Padahal, skor IPK pernah menyentuh 40. 

Pimpinan KPK dua periode itu mengatakan bahwa banyak aspek lain yang memengaruhi skor IPK termasuk aspek di luar domain KPK. Dia menilai upaya-upaya pemberantasan korupsi tidak dilakukan atau diikuti oleh lembaga-lembaga lain. Perubahan mindset dan integritas kelembagaan maupun individu dinilai nihil. 

Salah satu aspek di KPK yang dinilai Alex gagal yakni koordinasi dan supervisi. Menurutnya, fungsi koordinasi dan supervisi tidak berjalan baik karena masih adanya ego sektoral di antara Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Polri dengan KPK sebagai lembaga penegak hukum yang menangani tindak pidana korupsi.

"Kalau kami menangkap jaksa misalnya, tiba-tiba dari pihak kejaksaan menutup pintu koordinasi dan supervisi. Sulit. Mungkin juga dengan kepolisian demikian. Ini persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan. Saya kahwatir dengan mekanisme seperti ini. Saya terus terang tidak yakin kita akan berhasil memberantas korupsi," ucapnya.

Meski demikian, mantan hakim ad hoc itu membantah apabila pimpinan KPK pernah diintervensi oleh pihak luar dalam penanganan kasus korupsi. Hal itu kendati banyaknya kritik setelah revisi Undang-undang (UU) No.30/2002 ke UU No.19/2019 tentang KPK. 

Alex menyebut kinerja penindakan saat periode pertamanya di KPK dengan periode kedua tidak beda jauh. Adapun dia menyebut kinerja periode kedua dipengaruhi oleh pandemi Covid-19. Bahkan, dia menyebut ada lebih banyak pejabat tinggi negara yang ditindak oleh KPK pada periode keduanya. 

"8 tahun saya di KPK tidak pernah sekalipun saya  dihubungi untuk menghentikan perkara-perkara tertentu," tutur Alex.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper