Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkap perkembangan terbaru tentang regulasi perdagangan karbon atau carbon trading.
Ayah Gibran Rakabuming Raka itu mengungkapkan bahwa pemerintah terus mengkaji semua aspek dalam regulasi. Dia juga memastikan bahwa proses pembahasan masih terus berlangsung.
"Semuanya, masih dalam proses regulasinya," tandas Jokowi.
Menurut catatan Bisnis, Kepala Negara optimistis bahwa Indonesia mampu menjadi poros karbon dunia. Terlebih, saat ini Indonesia telah memiliki bursa karbon pertama.
"Saya sangat optimistis Indonesia bisa menjadi poros karbon dunia, asalkan langkah-langkah konkret tersebut digarap secara konsisten dan bersama-sama seluruh pemangku kepentingan," ujarnya saat meluncurkan bursa karbon, Selasa (26/9/2023).
Kepala Negara melanjutkan bahwa melalui peluncuran bursa karbon pertama di Indonesia turut menunjukkan kontribusi nyata Indonesia dalam melawan krisis iklim melawan krisis perubahan iklim di tingkat global.
Baca Juga
Hasil dari perdagangan karbon, kata Jokowi, akan direinvestasikan kembali pada upaya menjaga lingkungan khususnya pengurangan emisi karbon.
Presiden Ke-7 RI itu pun mengklaim bahwa Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, khususnya terhadap Nature Based Solution (NBS) dan menjadi satu-satunya negara dengan sekitar 60 persen pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berasal dari sektor alam dengan potensi nilai karbon hingga Rp3.000 triliun.
Sekadar informasi, perdagangan karbon diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 telah mengatur tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK) dan tata cara teknisnya. Lalu, terdapat aturan pelaksanaan peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang mengatur hal tersebut.
Kemudian, tata cara perdagangan karbon juga telah diatur dalam Perpes 98, baik untuk perdagangan dalam negeri maupun luar negeri.
Untuk diketahui, perdagangan karbon melalui bursa karbon juga diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.
Dalam beleid tersebut menjelaskan bahwa yang dijual di bursa karbon adalah kredit atas pengeluaran gas karbon dioksida (CO2) atau gas rumah kaca (grk) yang merupakan batas jumlah gas rumah kaca yang dimiliki perusahaan-perusahaan.
Alhasil, dengan aturan kredit tersebut mengharuskan agar setiap perusahaan dapat mengeluarkan kadar karbon dalam batas tertentu dalam proses industri.