Bisnis.com, JAKARTA – Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhi hukuman pidana penjara selama 9 tahun kepada mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan dalam perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) Pertamina.
Karen dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan jaksa terkait dengan pasal 2 ayat 1 Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa penjara selama 9 tahun," ujar Ketua Majelis Hakim Maryono di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (24/6/2024).
Vonis hakim terhadap Karen lebih ringan dari tuntutan yang dilayangkan sebelumnya oleh Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yakni 11 tahun penjara.
Selain hukuman bui, Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana denda kepada Karen sebesar Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan. Nilainya lebih kecil dari tuntutan jaksa yaitu Rp1 miliar.
Kemudian, hakim juga tidak membebani Karen uang pengganti Rp1,09 miliar dan US$104,016, sebagaimana yang dituntut jaksa.
Baca Juga
Berdasarkan pantauan Bisnis, sidang vonis Karen mundur hingga sekitar tujuh jam dari jadwal sebelumnya yaitu pukul 10.00 WIB. Majelis hakim baru memulai sidang pada pukul 17.00 WIB.
Sebelumnya, pihak KPK memiliki keyakinan Majelis Hakim telah menilai secara obyektif seluruh fakta-fakta yang disampaikan tim JPU di persidangan.
"Dan kami berharap keyakinan kami dapat tercermin pada Amar Putusan yang akan dibacakan Majelis Hakim hari ini," kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan, Senin (24/6/2024).
Dalam persidangan, KPK mendakwa Karen merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta akibat kerja sama kontrak pengadaan LNG Pertamina dengan perusahaan produsen gas alam cair asal Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction (CCL), LLC. Dia juga didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp1,09 miliar dan US$104.016.
Karen sempat menggugat praperadilan atas status hukum tersangka pada saat penyidikan, namun Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonannya.
Nilai kerugian keuangan negara yang disebut dalam surat dakwaan Karen merupakan hasil Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Investigatif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia dalam rangka Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Pengadaan LNG Corpus Christi Liquefaction LLC (CCL) pada PT Pertamina (Persero) dan instansi terkait lainnya nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Untuk diketahui, CCL merupakan perusahaan yang menandatangani kerja sama pengadaan LNG dengan Pertamina di bawah kepemimpinan Karen saat itu. Perusahaan yang berbasis di engara bagian Texas di AS itu merupakan anak usaha dari Cheniere Energy, Inc.
JPU menyatakan bahwa persetujuan pengembangan bisnis gas Pertamina pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat (AS) itu dilakukan tanpa pedoman pengadaan yang jelas dan hanya memberikan izin prinsip tanpa dasar justifikasi, analisis, maupun tanggapan tertulis pada Dewan Komisaris perseroan.
Karen juga disebut menandatangani perjanjian jual beli LNG dengan CCL tanpa persetujuan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dia lalu memberikan kuasa kepada dua anak buahnya, Senior Vice President (SVP) Gas and Power Pertamina 2013-2014 serta Direktur Gas Pertamina 2012-2014 Hari Kayuliarto, untuk menandatangani masing-masing Sales and Purchase Agreement (SPA) CCL Train 1 dan Train 2.
Hal itu turut dilakukan Karen tanpa adanya pembeli LNG dari CCL itu yang sudah diikat dengan perjanjian pembelian.
Pada sidang pembacaan tuntutan sebelumnya, JPU KPK berpendapat bahwa pembelian LNG oleh Pertamina dari CCL hanya dalih Karen semata, bukan karena adanya kebutuhan domestik. Jaksa menyebut kebutuhan gas domestik masih bisa dipenuhi dari dalam negeri sehingga saat itu tidak membutuhkan impor.
Berdasarkan uraian jaksa, kontrak jangka panjang pembelian 40 juta ton LNG periode 2017-2036 di bawah kepemimpinan Karen awalnya ditujukan untuk proyek floating storage regasification unit (FSRU) Jawa Tengah. Namun, pada perjalanannya bahwa proyek FSRU Jawa Tengah dibatalkan.
Jaksa juga menyebut LNG dari CCL tidak berhasil diserap lantaran harga yang dibeli dari perusahaan AS itu terlalu mahal untuk kilang Pertamina.
Alhasil, lanjut jaksa, LNG dari CCL tidak bisa diserap oleh pasar domestik. Pertamina pun disebut menjual sebanyak delapan kargo gas alam cair dari CCL itu di pasar spot dengan harga lebih rendah. Kemudian, perseroan juga harus membayar suspension fee atas batalnya pembelian sebanyak tiga kargo LNG lainnya.
Kerugian keuangan negara itu lalu terpotret dalam audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit negara itu menyatakan bahwa pembelian LNG oleh Pertamina dari CCL merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta (atau sekitar Rp1,87 triliun berdasarkan kurs jisdor BI Rp16.431 per dolar AS).
Di sisi lain, Karen turut didakwa 'bermanuver' sendiri untuk menjalin komunikasi dengan salah satu pihak pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Tujuannya yakni untuk mendapatkan jabatan di perusahaan investasi tersebut.
Dalam surat dakwaan yang sama, JPU juga menyebut Blackstone merupakan pemilik saham dari induk CCL yaitu Cheniere Energy, Inc. Karen disebut menjalin komunikasi dengan Blackstone untuk mendapatkan jabatan di perusahaan itu usai meloloskan kontrak pengadaan LNG antara CCL dan Pertamina.
"Dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equity Group Blackstone karena PT Pertamina telah mengambil proyek Corpus Christi Liquefaction," demikian bunyi surat dakwaan.
Meski demikian, dalam pertimbangan hakim, gaji yang diterima Karen dari Blackstone sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 merupakan penghasilan resmi lantaran sudah dipotong pajak sekaligus dilaporkan dalam SPT 2015. Uang itu juga diterima setelah Karen mengundurkan diri dari perseroan.
"Majelis hakim sependapat dengan terdakwa dan penasihat hukum terdakwa bahwa uang diterima dari Blackstone melalui manajemen sebesar Rp1,09 miliar dan US$104.016 adalah penghasilan resmi sebagai senior advisor [Blackstone]," kata Hakim Ketua Maryono.