Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan menganalisis informasi tentang dugaan aliran uang korupsi jalur kereta api untuk mendanai fasilitas kunjungan kerja Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.
Informasi itu terungkap khususnya di persidangan untuk terdakwa mantan Direktur Prasarana Perkeretaapian Kemenhub Harno Trimadi. Dia merupakan salah satu terdakwa di kasus tersebut yang merupakan pejabat Kemenhub penerima suap.
Harno juga merupakan salah satu tersangka yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK April 2023 lalu. Dia lalu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut sehingga diganjar vonis bui selama lima tahun.
Adapun, Harno didakwa ikut menerima suap terkait dengan proyek perlintasan sebidang dengan total sebesar Rp2,62 miliar, SGD30.000 dan US$20.000. Suap itu diberikan oleh Direktur Utama PT Kereta Api Manajemen Properti (KAPM) atau KAI Properti Juli 2020-Januari 2023 Yoseph Ibrahim dan Vice President KAI Properti Parjono, serta Direktur PT IPA Dion Renato Sugiarto.
Dalam salinan putusan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sidang Harno mengungkap bahwa aliran dana suap dari Dion Renato juga turut mendanai fasilitas penyewaan helikopter untuk Budi Karya saat kunjungan kerja.
Hal itu terlihat dari rekapan pengeluaran yang dibuat oleh bagian keuangan perusahaan Dion Renato, Suyanto.
"Bahwa rekapan di atas ini SUYANTO yang membuat dan benar ada pembelian elevator sebesar Rp913,7 juta dan Pelita Air adalah untuk urunan sewa helikopter ke Makassar untuk Pak Menhub meninjau CT 401 sampai sekian. Bahwa pada saat itu angka Rp43,8 juta dan Saksi tidak mengetahui beberapa perusahaan yang mengikuti urunan dan angka itu. Saksi diberikan dari PPK dimana pada saat itu PPK nya adalah Pak Ari Wibowo dan Saksi tidak mengetahui apakah kontraktor kontraktor lain juga ikut menyumbang," demikian dikutip dari salinan putusan terdakwa Harno, dikutip Jumat (21/6/2024).
Baca Juga
Kemudian, salah satu barang bukti perkara Harno juga menunjukkan bahwa uang Dion Renato turut mendanai pembayaran helikopter untuk Budi Karya pada salah satu kunjungannya. Nilainya mencapai Rp167 juta.
"1 (satu) bundel photo copy dengan tulisan tangan Rekap P. Dion , 30 Mei 22 Rp167 juta bayar heli kunjungan pak menhub," demikian dikutip dari salinan putusan.
Tidak hanya itu, Harno juga disebut pernah memberikan uang sebesar US$12.000 kepada tim Menhub Budi Karya untuk berangkat ke Belgia guna melihat kereta gantung.
Uang itu diberikan oleh seorang PPK di lingkungan Ditjen Perkeretaapian, yang sumbernya berasal dari rekanan swasta Kemenhub pada proyek jalur kereta api.
"Bahwa terdakwa melalui Dewi Hesti pernah memberikan uang sebesar USD12.000 (dua belas ribu US Dollar) kepada tim Menteri Perhubungan yang berangkat ke Belgia untuk melihat kereta gantung melalui ibu Yeni (PLT Sesdirjen Kereta Api) pada bulan Oktober 2022. Sumber uang tersebut berasal dari Ferdian Suryo (PPK) yang didapat dari rekanan," demikian bunyi salinan putusan.
Langkah KPK
Saat ditanya mengenai tindak lanjut dari fakta persidangan itu, KPK menyebut penyidiknya akan menganalisis dan mendalami seluruh informasi yang ada di persidangan.
Namun, KPK belum mau memerinci lebih lanjut apabila salah satunya akan memanggil Budi Karya sebagai saksi dalam pengembangan perkara DJKA Kemenhub itu.
"Semua tindakan dalam kerangka penyidikan termasuk panggilan saksi bergantung kepada kebutuhan penyidik untuk memenuhi/memperkuat unsur perkara yang sedang ditangani," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto kepada wartawan melalui pesan singkat, Kamis (20/6/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, Budi Karya sudah pernah memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap jalur kereta sebelum dilimpahkan ke persidangan. Dia diperiksa sekitar 10 jam pada Juli 2023.
Pemeriksaan kepada sejumlah pejabat Kemenhub dilakukan untuk menggali seluk beluk kasus suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api.
Mantan Direktur Utama PT Angkasa Pura 2 (Persero) itu lalu irit bicara usai menjalani pemeriksaan di gedung merah putih KPK. Dia hanya mengatakan bahwa telah menyampaikan semua keterangan kepada penyidik lembaga antikorupsi.
"Hal-hal lain yang berkaitan dengan pemeriksaan tadi bisa disampaikan dengan pemeriksa. Terima kasih," ujar Menhub Budi Karya, Rabu (26/7/2023).
Untuk diketahui, lembaga antirasuah telah mengembangkan perkara suap proyek jalur kereta itu dengan menetapkan sejumlah tersangka baru. KPK telah menetapkan sejumlah tersangka dari pejabat Kemenhub, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan korporasi.
Teranyar, KPK menahan mantan PPK di lingkungan Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas 1 Semarang Yofi Oktarisza, Kamis (13/6/2024).
Yofi diduga ikut berperan dalam mengatur rekanan swasta yang memenangkan proyek jalur kereta api di lingkungan BTP Kelas 1 Semarang (sebelumnya BTP Kelas 1 Jawa Bagian Tengah). Yofi merupakan PPK BTP Semarang 2017-2021.
Salah satunya, tiga perusahaan Dion Renato yaitu PT Istana Putra Agung (IPA), PT Prawiramas Puriprima (PP) dan T Rinenggo Ria Raya (RRR).
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menjelaskan, pada konferensi pers, Yofi bertanggung jawab untuk 14 paket pekerjaan baru pengadaan barang dan jasa di BTP Kelas 1 Semarang serta 18 paket limpahan dari pendahulunya.
Asep menyebut Dion mendapatkan empat paket pekerjaan saat Yofi menjabat PPK. Empat proyek itu memiliki nilai Rp128,5 miliar, Rp49,9 miliar, Rp12,4 miliar serta Rp37 miliar.
KPK menduga Yofi mendapatkan fee dengan besaran 10% sampai 20% dari nilai proyek. "Bahwa atas bantuan tersebut, PPK termasuk tersangka Yofi Oktarisza menerima fee dari rekanan termasuk Dion Renato Sugiarto dengan besaran 10% s.d 20% dari nilai paket pekerjaan yang diperuntukan," terang Asep, Kamis (13/6/2024).
Secara terperinci, persentase fee itu diperuntukkan sebesar 4% untuk PPK, 1-1,5% untuk Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), 0,5% untuk Itjen Kemenhub, 0,5% Pokja Pengadaan serta 3% untuk Kepala BTP. Fee atau uang panas dari rekanan swasta di Kemenhub itu tidak hanya ditujukan untuk mendapatkan pekerjaan, melainkan juga memastikan kelancaran proyek termasuk pencarian termin.
Dari pemufakatan tersebut, Yofi diduga mendapatkan fee dari berbagai sumber. Dari Dion, Yofi mendapatkan persentase fee dari nilai proyek sebesar 7% atau Rp5,6 miliar (2017); 11% atau Rp5 miliar (2018); 11% atau Rp3 miliar diberikan secara bertahap dalam bentuk logam mulia (2019); satu unit mobil Innova Reborn (2017); serta satu unit Honda Jazz (2018).
Kemudian, Yofi juga diduga mendapatkan fee dari rekanan lain meliputi deposito atas nama Dion Renato Sugiarto yang berkembang menjadi Rp20 miliar.
Sebagian di antaranya dicairkan menjadi obligasi Rp6 miliar. Kemudian, ada pemberian juga dalam bentuk reksadana, aset berupa tanah, kendaraan berupa mobil Innova dan Jazz serta sejumlah logam mulia.
KPK menyebut dari sederet pemberian itu, sebagian telah disita yaitu tujuh buah deposito senilai sekitar Rp10 miliar, satu buah kartu ATM, uang tunai Rp1 miliar, tabungan reksadana Rp6 miliar serta delapan bidang tanah sekaligus sertifikat dengan nilai sekitar Rp8 miliar.
Kemhub Tak Beri Tanggapan
Adapun Kemenhub tak banyak memberikan tanggapan saat ditanyai soal dugaan aliran dana korupsi jalur kereta untuk fasilitas yang digunakan Budi Karya. Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati mengatakan pihaknya bakal menghormati proses yang berjalan di KPK.
"Kami menghormati proses yang sedang dijalankan KPK. Terkait pemberitaan ini kami tidak dapat menanggapinya mengingat proses hukum tengah berjalan," ujarnya kepada Bisnis melalui pesan singkat, Jumat (21/6/2024).
Senada, Adita juga enggan mengomentari lebih lanjut ihwal dugaan aliran dana proyek jalur kereta ke sejumlah pejabat Kemenhub seperti Itjen Kemenhub dan Kepala BTP.
"Masih sama kami tidak bisa menanggapi," pungkasnya.