Bisnis.com, JAKARTA — Saksi persidangan kasus pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL, Febri Diansyah, mengungkap awal mulai memberikan pendampingan hukum kepada terdakwa pada tahap penyelidikan hingga masuk ke daftar cegah penyidik.
Febri yang pernah menjadi juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2013–2020 itu dihadirkan oleh tim jaksa penuntut umum (JPU) sebagai saksi dalam persidangan SYL, Senin (3/6/2024). Dia menjawab pertanyaan hakim ihwal awal mula diminta menjadi pengacara SYL pada Juni 2023.
Pada saat itu, terang Febri, kasus SYL masih di tahap penyelidikan. Dia dan Visi Law Office diminta oleh Kasdi Subagyono, mantan Sekjen Kementan yang kini juga menjadi terdakwa, untuk memberikan pendampingan hukum.
Hakim sempat bertanya apabila Febri sempat tertekan untuk menerima SYL sebagai kliennya, lantaran kasus itu ditangani oleh lembaga yang pernah menjadi tempat bernaungnya. Menurut pengakuan Febri, dia menyediakan waktu tenggang dua tahun setelah meninggalkan KPK di 2020 sebelum menerima klien berperkara di komisi antirasuah itu.
"Jadi sebenarnya ada banyak pihak yang meminta kami sebelumnya jadi kuasa hukum dalam kasus yang ditangani KPK sejak 2020. Tapi pada saat itu saya memandang minimal ada waktu tenggang untuk tidak menangani perkara [di KPK] karena standar di beberapa negara minimal dua tahun," ujarnya di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (3/6/2024).
Febri lalu mengaku menandatangani Surat Kuasa Khusus (SKK) pada 15 Juni 2023. Dia mengatakan bahwa surat itu memberikan kuasa pendampingan hukum kepadanya dan tujuh orang pengacara, termasuk Rasamala Aritonang, khusus di tahap penyelidikan.
Baca Juga
Dia pun menyatakan bahwa SKK itu otomatis berakhir pada akhir September 2023, ketika penyidik menggeledah rumah dinas SYL di Kompleks Widya Chandra. Dengan demikian, SYL, Kasdi dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta resmi menjadi tersangka.
"Menurut kami saat itu surat kuasa khusus pendampingan di tahap penyelidikan sudah selesai karena dugaan kami KPK sudah masuk di penyidikan. Tapi kami belum dapat informasi resmi," terangnya.
Adapun Febri membantah dugaan bahwa pihaknya berkomunikasi dengan saksi yang sudah pernah dimintai keterangan oleh KPK di tahap penyelidikan. Dia menyebut tidak mengetahui persis siapa saja pegawai atau pejabat Kementan yang sudah diperiksa KPK, ketika membuat rancangan pendapat hukum sebagai salah satu tupoksi pekerjaannya.
"Sama sekali tidak pernah ada upaya atau tindakan kami memengaruhi saksi. Yang ada adalah kami menerima informasi dari pihak-pihak tersebut karena kami diminta klien kami membuat pendapat hukum. Kalau kami membuat pendapat hukum dari isu-isu hukum itu tentu kami membutuhkan informasi apa adanya dan kami tuangkan secara obyektif di draf pendapat hukum tersebut," paparnya.
LIMA SAKSI
Adapun Febri menjadi satu dari total lima saksi yang dihadirkan KPK hari ini. Empat orang lainnya yaitu GM Media Radio Prambors/PT Bayureksha Dhirgaraya S Santo, Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan Dedi Nursyamsi, Karumga Rumdin Mentan Sugiyatno dan Staf TU Direktorat Alat dan Mesin Pertanian Yusgie Sevyahasna.
Sebelumnya, lembaga antirasuah mencegah Febri, Rasamala Aritonang dan Donal Fariz. Sebagai informasi, Febri dan Rasamala dulunya merupakan pegawai KPK. Ketiganya kini merupakan advokat di Visi Law Office.
Febri dan Rasamala mengakui posisi mereka sebagai kuasa hukum mantan SYL yang menjadi tersangka dalam kasus tersebut. Sementara itu Donal mengaku tidak terlibat dalam penanganan kasus hukum SYL, bahkan sejak tahap penyelidikan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengatakan bahwa upaya tersebut dilakukan terhadap tiga advokat itu berkaitan dengan penanganan perkara SYL. Pihaknya menduga ada upaya keterlibatan ketiganya yang berpotensi mengganggu jalannya penyidikan.
"Jadi kami memiliki beberapa dokumen, baik itu dokumen yang kami terima dokumen elektronik di mana ada keterlibatan ya. Di situ kami anggap itu bisa mengganggu jalannya proses penyidikan terhadap SYL yang sedang kami tangani," ujar Asep dalam konferensi pers, Kamis (9/11/2023).
Oleh karena itu, lanjutnya, KPK merasa perlu untuk melakukan pencegahan terhadap yang bersangkutan dimaksud.
Dalam persidangan kasus tersebut, jaksa KPK mendakwa SYL, Kasdi dan Hatta melakukan pemerasan terhadap pejabat dan direktorat di Kementan. Mereka didakwa menikmati uang hasil pemerasan sebesar Rp44,54 miliar selama periode 2020-2023.
Ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp40,64 miliar pada periode yang sama. Dakwaan gratifikasi itu merupakan dakwaan ketiga yang dilayangkan kepada SYL, Kasdi dan Hatta.