Bisnis.com, DEPOK — Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menilai pemotongan gaji buruh dan pekerja swasta untuk iuran tabungan perumahan rakyat (Tapera) merupakan bentuk penindasan penguasa kepada warga negara.
Hasto menjelaskan, Undang-Undang No. 4/2016 tentang Tapera hanya mewajibkan iuran oleh pegawai negeri sipil (PNS) dan aparatur sipil negara (ASN). Meski demikian, kini Peraturan Pemerintah No. 21/2024 malah juga mewajibkan iuran Tapera kepada buruh swasta.
"Ketika ini menjadi wajib maka menjadi suatu bentuk penindasan yang baru dengan menggunakan autocratic legalism [hukum sebagai alat untuk memperbesar kekuasaan]," jelas Hasto di Kampus FISIP UI, Depok, Senin (3/6/2024).
Dia pun mengutip ceramah oleh Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Sulistyowati Irianto ihwal praktik populisme hingga feodalisme baru yang belakangan makin terasa. Seperti Sulis, Hasto berkeyakinan perlawanan bisa dilakukan lewat jalan kebudayaan.
Politisi asal Yogyakarta ini mengatakan, pandangan hingga kritik para akademisi di kampus-kampus harus didengar oleh rezim penguasa. Kebebasan akademik kampus, lanjutnya, merupakan suatu yang harus dihormati.
"Kaum intelektual menjadi jalan untuk menunjukan arah," katanya.
Baca Juga
Sebagai informasi, mengacu pada PP No. 21/2024 tentang Perubahan atas PP No. 25/2020, iuran yang bakal ditanggung buruh swasta mencapai 3% dari besaran gajinya.
Adapun, peserta pekerja iurannya akan ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5%, sedangkan karyawan akan menanggung beban iuran sebesar 2,5% dari gaji.
Penarikan iuran kepada pelaku swasta baru akan dibebankan 7 tahun setelah PP 25/2020 resmi diteken. Hal itu juga dijelaskan dalam Pasal 68 yang menegaskan bahwa pemberi kerja untuk Pekerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf i (pekerja swasta) mendaftarkan Pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut.