Bisnis.com, JAKARTA - Pihak terdakwa kasus korupsi pengadaan gas alam cair (LNG) pada PT Pertamina (Persero), Karen Agustiawan, membantah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai US$113,83 juta. Pihak Karen menyebut Pertamina merugi karena pengadaan LNG namun bukan di bawah kepemimpinannya.
Dalam persidangan hari ini, Kamis (16/5/2024), pihak kuasa hukum Karen sempat bertanya kepada Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) perihal pasokan LNG yang dibutuhkan untuk pembangkit tenaga listrik milik PT PLN (Persero). JK dihadirkan sebagai saksi meringankan.
Kuasa hukum Karen, Luhut Pangaribuan mengeklaim bahwa PLN menyampaikan tengah kesulitan dalam hal pasokan LNG. Hal itu berbeda dengan argumentasi jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa pengadaan LNG di bawah Karen oversupply dan tidak terserap, hingga menyebabkan Pertamina merugi.
Luhut mengatakan, saat Karen menjadi direktur utama Pertamina, pengadaan LNG dengan perusahaan Amerika Serikat Corpus Christi Liquefaction (CCL), LLC di 2013 dan 2014 direncanakan untuk jangka panjang. Namun, usai Karen pensiun dan digantikan oleh Dwi Soetjipto, kontrak itu diakhiri dan diganti dengan sales and purchase agreement (SPA) yang baru.
Pihak Karen menilai kerugian keuangan negara melalui aksi korporasi Pertamina sebagaimana dakwaan jaksa justru terjadi bukan pada masa kepemimpinan kliennya. Kerugian itu disebut terjadi di masa kepemimpinan Dwi Soetjipto dan Nicke Widyawati.
"Pada 2013-2014 sudah diproyeksikan saat terdakwa jadi dirut, dengan perjanjian jangka panjang LNG walaupun sudah diakhiri oleh Dwi Soetjipto 2015. Kemudian, penjualan 2020-2021 oleh Dirut Nicke Widyawati, yang tidak dibawa dalam sidang ini untuk ditanyakan padahal ada BAP tentang SPA tadi yang berubah. Tetapi orang yang mengubah itu enggak dibawa dalam sidang ini," ujar Luhut dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (16/5/2024).
Baca Juga
Pernyataan pihak Karen soal perlunya kebijakan jangka panjang pada sektor energi, termasuk pengadaan LNG, diamini oleh JK. Wapres dua periode itu menjelaskan bahwa kebutuhan listrik masyarakat tumbuh sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi Indonesia.
Dia juga menyinggung pengadaan LNG di bawah Karen sejalan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No.5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, yang diterbitkan pada masa pemerintahannya. Pasal 2 ayat (2) Perpres itu mengatur bahwa bauran energi nasional pada 2025 harus mencapai 30% untuk gas bumi.
"Sekali lagi kebutuhan energi jangan dipikir [hanya untuk] sekarang, dipikir 20 tahun ke depan. Justru, makin makmur suatu negara, kebutuhan listrik makin naik, kebutuhan energi makin naik. Listrik semua kantor pakai AC, dia butuh listrik. Tidak boleh lagi pakai batu bara. Maka itu butuh listrik LNG," tuturnya.
Atas pernyataan pihak Karen di sidang tersebut, manajemen Pertamina tidak banyak berkomentar. BUMN migas itu menyatakan bakal menghormati proses persidangan yang sedang bergulir.
"Kita hormati proses hukum yang sedang berjalan saat ini dulu ya," kata Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso kepada Bisnis melalui pesan singkat, Kamis (16/5/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sempat memeriksa Direktur Utama Pertamina 2014-2017 Dwi Soetjipto dan Direktur Utama Pertamina 2018-sekarang Nicke Widyawati pada saat kasus tersebut masih di tahap penyidikan. Dwi diperiksa pada 25 Oktober 2023, sedangkan Nicke pada 26 Oktober 2023.
Balasan Jaksa
Adapun, pihak jaksa KPK turut bertanya kepada JK ihwal pengadaan LNG dengan CCL, yang merupakan anak usaha Cheniere Energy. Jaksa KPK bertanya apabila JK mengetahui bahwa mitigasi risiko pada pembelian LNG CCL pada 2013-2014, atau saat Karen masih menjabat dirut, dilakukan setelah adanya tanda tangan kontrak pembelian.
"SPA train 1 Pertamina dengan Cheniere [induk usaha CCL] 4 Desember 2013, dan train 2 1 Juni 2014. Sementara mitigasi risiko perjanjian jual beli [dilakukan] setelah [kontrak] ditandatangani. Apakah bapak tahu?," tanya jaksa kepada JK.
"Secara teknis saya tidak tahu," jawab JK.
Kemudian, jaksa turut mendalami pengetahuan JK soal Karen yang mendapatkan jabatan di Blackstone, Inc. atau pemilik saham dari Cheniere. Hal itu sebagaimana yang ditulis oleh jaksa dalam surat dakwaan.
Karen disebut menerima pembayaran dari Blackstone sejalan dengan jabatannya di perusahaan tersebut, usai berhasil meloloskan jual-beli LNG Pertamina dengan Cheniere. Namun, JK juga menjawab bahwa dia tidak mengetahui perihal jabatan Karen di Blackstone.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK mendakwa Karen merugikan keuangan negara sebesar US$113,83 juta akibat kerja sama kontrak pengadaan LNG Pertamina dengan perusahaan produsen asal Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction (CCL), LLC. Dia juga didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp1,09 miliar dan US$104.016.
Dalam surat dakwaan yang sama, JPU juga menyebut Blackstone merupakan pemilik saham dari induk CCL yaitu Cheniere Energy, Inc. Karen disebut menjalin komunikasi dengan Blackstone untuk mendapatkan jabatan di perusahaan itu usai meloloskan kontrak pengadaan LNG antara CCL dan Pertamina.
"Dan memperoleh jabatan sebagai Senior Advisor pada Private Equity Group Blackstone karena PT Pertamina telah mengambil proyek Corpus Christi Liquefaction," demikian bunyi surat dakwaan.