Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Polemik Revisi UU Kementerian Negara, Pakar: Untuk Kepentingan Kekuasaan Semata

Wacana revisi UU No. 39/2008 tentang Kementerian Negara untuk mengakomodasi penambahan jumlah kementerian presiden terpilih Prabowo Subianto menuai polemik.
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan keterangan pers seusai Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (24/4/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Presiden dan Wakil Presiden Terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto (kiri) dan Gibran Rakabuming Raka menyampaikan keterangan pers seusai Rapat Pleno Terbuka Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Terpilih Pemilu Tahun 2024 di Jakarta, Rabu (24/4/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Wacana revisi Undang-Undang No. 39/2008 tentang Kementerian Negara untuk mengakomodasi penambahan jumlah kementerian presiden terpilih Prabowo Subianto menuai polemik.

Pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai revisi UU Kementerian Negara hanya untuk mengakomodasi jatah koalisi dalam pemerintahan.

Herdi merasa tidak ada legitimasi yang masuk akal untuk melakukan revisi UU Kementerian Negara. Oleh sebab itu, wacana tersebut diyakini hanya demi kepentingan politik semata.

"Dalam perspektif politik hukum, ini yang kami sebut sebagai autocratic legalism, yakni upaya menyandera UU demi untuk kepentingan kekuasaan semata. Tidak ada faedahnya untuk publik sama sekali," jelas Herdi kepada Bisnis, Minggu (12/5/2024).

Peraih gelar doktor dari UGM ini mengungkap, merubah suatu Undang-undang demi kepentingan kelompok atau golongan sendiri sudah menjadi kebiasaan para elite politik dewasa ini. Herdi tak heran apabila nantinya revisi UU Kementerian Negara bisa disahkan di DPR sebelum Prabowo dilantik.

"Semua ditabrak dan dilakukan dengan cara ugal-ugalan. Jadi tidak mengherankan kalau UU Kementerian juga hendak diubah," katanya.

Pendapat berbeda disampaikan pakar hukum tata negara dari Universitas Muslim Indonesia Fahri Bachmid. Fahri menganggap revisi UU Kementerian Negara menjadi sebuah keniscayaan.

Wakil ketua tim hukum Prabowo-Gibran ini menyampaikan hak seorang presiden untuk menentukan kementerian sudah diatur dalam konstitusi. Fahri menyebutkan Pasal 17 ayat (4) UUD 1945 yang mengatur pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara.

"Presiden dalam menggunakan kewenangannya membentuk kabinet pemerintahan dan mengangkat menteri-menteri harus dikerangkakan dalam format berfikir konstitusional," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (11/5/2024).

Wacana revisi UU Kementerian Negara sendiri ditegaskan oleh Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani. Bahkan, dia tidak menampik revisi tersebut bisa terjadi sebelum Prabowo dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober mendatang.

Muzani mengakui UU Kementerian Negara mengatur maksimal kementerian berjumlah 34. Meski demikian, belakangan muncul isu Prabowo ingin menambah kementerian menjadi 40.

"Ya, mungkin revisi itu [UU Kementerian Negara] dimungkinkan," jelas Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (12/5/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper