Bisnis.com, JAKARTA - Juru Bicara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Laksamana Muda Daniel Hagari menegaskan bahwa militernya memiliki cukup amunisi untuk misi yang direncanakan di Rafah.
IDF menyatakan hal itu setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengancam beberapa pengiriman senjata akan dibekukan jika Israel melancarkan serangan ke Rafah, di Gaza Selatan.
“IDF memiliki persenjataan untuk misi yang direncanakan, termasuk misi di Rafah. Kami memiliki apa yang kami butuhkan,” katanya, dilansir Times of Israel, pada Sabtu (11/5/2024).
Meskipun beberapa pejabat sepakat bahwa militer Israel mungkin memiliki amunisi yang diperlukan untuk serangan di Rafah, namun yang lainnya memprediksi bahwa Israel akan kesulitan menghadapi Hizbullah jika konflik di utara berkembang menjadi perang habis-habisan dan Washington terus menahan amunisi.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, dalam tanggapan langsung pertamanya terhadap peringatan Biden, mengatakan bahwa jika Israel harus berdiri sendiri, maka akan berdiri sendiri.
“Selama Perang Kemerdekaan 76 tahun lalu, kita hanya sedikit melawan banyak orang. Kami tidak punya senjata, ada embargo senjata terhadap Israel, namun dengan kekuatan jiwa, keberanian dan persatuan dalam diri kami, kami menang, kami jauh lebih kuat," katanya.
Baca Juga
Dia menegaskan bahwa Israel bertekad dan bersatu untuk mengalahkan musuh dan mereka yang berusaha menghancurkan. Jika perlu, Netanyahu menegaskan tentu Israel akan bertarung dengan sekuat tenaga.
Perlu diketahui, operasi militer IDF di Rafah sejauh ini hanya terbatas pada pinggiran Timur Kota Rafah, di Gaza Selatan yang berbatasan dengan Mesir.
Adapun di wilayah itu, terdapat lebih dari 1 juta warga Palestina diperkirakan mengungsi. AS menawarkan sedikit dukungan bagi operasi terbatas untuk mengusir Hamas dari kawasan Rafah.
Namun, AS memperingatkan bahwa dukungan itu bisa berubah jika serangan Israel meluas atau jika pengiriman bantuan kemanusiaan terhambat untuk jangka waktu yang lama.
Gedung Putih telah mengkonfirmasi penundaan pengiriman bom seberat 2.000 dan 500 pon karena kekhawatiran bahwa IDF dapat menggunakannya di Rafah yang padat penduduknya, seperti yang terjadi di wilayah lain di Gaza, Palestina.