Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Hukum Musik dan Lagu dalam Islam Kembali Jadi Polemik, Begini Kata MUI

Polemik tentang hukum musik dan lagu di kalangan para penggiat kajian Islam kembali ramai di media sosial dalam sepekan terakhir.
Pengunjung mencari piringan hitam atau vinyl di HMV Store, Oxford Street, London, Inggris. - Bloomberg/Getty Images/Peter Nicholls
Pengunjung mencari piringan hitam atau vinyl di HMV Store, Oxford Street, London, Inggris. - Bloomberg/Getty Images/Peter Nicholls

Bisnis.com, JAKARTA — Polemik tentang hukum musik dan lagu di kalangan para penggiat kajian Islam kembali ramai di media sosial dalam sepekan terakhir. 

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Seni, Budaya, dan Peradaban Islam, Jeje Zaenudin memberi tanggapan mengenai polemik yang dipicu penerjemahan Surat Asy Syuara sebagai Surat Para Penyair yang diidentikan dengan para pemusik oleh salah seorang pendakwah yang populer. 

Dia menyatakan bahwa sebenarnya polemik masalah hukum musik dan lagu, hanyalah mendaur ulang perdebatan masalah fikih klasik yang sudah ada berabad-abad lalu. 

"Sehingga menurut hemat saya meskipun ada manfaatnya, tetapi itu perdebatan yang tidak produktif dan tidak memberi solusi. Malah berdampak pro-kontra di kalangan masyarakat awam yang diikuti dengan saling mencela dan menghakimi antara yang pro dan kontra, sebagaimana bisa dibaca dalam komentar di medsos dari masing-masing pihak," katanya, dalam keterangan resmi, pada Senin (6/5/2024).

Lebih lanjut, menurutnya, adanya perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak jaman dulu itu menunjukkan bahwa masalah musik dan lagu tidak ada dalil yang qath'i dan sharih atau dalil yang secara pasti dan tegas dari Al-Qur’an, Hadis, maupun Ijmak ulama tentang pengharamannya secara mutlak. 

Dia menegaskan bahwa jika ada dalil yang pasti, jelas, dan tegas dari Al-Qur’an, Hadits, ataupun Ijmak, tidak mungkin terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama sejak jaman dulu.

"Semua dalil yang dijadikan sandaran bersifat zhanny dalalah yang penafsirannya bersifat ijtihady subjektif. Oleh sebab itu sepatutnya kita semua bersikap tasamuh atau toleran terhadap pendapat yang berbeda," ujarnya.

Dia menekankan bahwa suatu sikap arogan dan tidak bijak, ketika memaksakan kepada semua orang untuk tunduk dan hanya mengikuti pendapat mazhab kelompoknya yang diklaim paling benar. 

Padahal, dia melanjutkan bahwa yang pasti dan disepakati keharamannya oleh semua ulama adalah segala musik dan lagu yang isinya mengandung, mendorong atau menyebabkan pelaku dan pendengarnya melakukan maksiat, berbuat dosa, mengerjakan kefasikan dan kekufuran, baik secara itikadnya, ucapannya, maupun perbuatannya.

"Tidaklah bijak jika saat ini kita terus mendaur ulang perdebatan dan polemik, apalagi membangun narasi dan opini destruktif yang terkesan meningkatkan fanatisme kepada pengikut masing-masing kelompok," ucapnya. 

Menurutnya, hal yang mendesak untuk dipikirkan dan dilakukan saat ini adalah mencari solusi dari fenomena dan fakta berkembangnya industri musik dan nyanyian yang telah menjadi bagian budaya kehidupan masyarakat manusia secara global. 

Dia melanjutkan bahwa di mana tidak bisa dipungkiri sebagian musik cenderung merusak akhlak, moral, dan keadaban masyarakat yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan mengeneralisir hukumnya bahwa segala jenis musik dan lagu adalah haram.

"Dari tinjauan filosofi dan normatifnya, musik dan nyanyian atau lagu adalah bagian dari ekspresi naluri keindahan dalam diri manusia. Sedang naluri keindahan itu sendiri adalah bagian dari fitrah penciptaan manusia," ujarnya. 

Dia menerangkan bahwa keindahan juga sifat dan perkara yang dicintai Allah. Dalam hadis sahih Rasul bersabda bahwa Allah itu Mahaindah dan mencintai keindahan. Menurutnya, musik dan lagu adalah ekspresi fitrah manusia tentang keindahan suara dan nada. 

Jeje memberikan contoh sebagaimana keindahan model pakaian, arsitektur bangunan, lukisan, dan lain sebagainya, maka menurutnya mustahil Allah yang menciptakan fitrah keindahan itu dalam diri manusia lalu mengharamkan secara mutlak segala yang indah itu, jika tidak menimbulkan kemaksiatan kepada-Nya.

Maka menurutnya, menjadi tugas para ulama untuk memberi solusi, bimbingan, dan arahan kepada umatnya, agar perkembangan seni dan budaya itu berada dalam relnya sebagai ekspresi fitrah naluriah yang Allah karuniakan kepada manusia, agar tidak melanggar akidah dan syariah agama-Nya. 

"Bagaimana ajaran Islam dapat mewadahi dan menyalurkan naluri keindahan yang diekspresikan dengan melahirkan seni budaya yang Islami. Di antaranya dengan mengembangkan dan memodernisir seni Islami di bidang sastra, syair dan puisi, lagu dan nada, lukisan dan kaligrafi, fashion dan arsitektur, dan lain sebagainya," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Erta Darwati
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper