Bisnis.com, JAKARTA — Sidang perkara sengketa atau Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) telah berjalan sepekan terakhir.
Setelah menuntaskan pemeriksaan pendahuluan pada pekan lalu, sidang perkara sengketa Pilpres 2024 telah memasuki pemeriksaan persidangan pada pekan ini.
Sejak Senin (1/4/2024) hingga hari ini, Kamis (4/4/2024), baik dua pihak pemohon yaitu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md, pihak termohon yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) maupun pihak terkait yakni paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menghadirkan saksi dan ahli dalam ruang sidang MK.
Adu data dan kesaksian yang dibumbui dengan silang pendapat terkait dalil setiap pihak pun mewarnai mekanisme persidangan di MK. Tudingan dan klaim keabsahan pencalonan Gibran, pemanfaatan bantuan sosial (bansos), cawe-cawe Presiden Jokowi, penggunaan aparatur negara, hingga manipulasi data dan sistem Sirekap menggema di ruang sidang.
Dialektika dalil di ruang sidang itu tampaknya akan terus ‘memanas’ hingga MK membacakan putusan sidang PHPU Pilpres yang dijadwalkan pada 22 April 2024.
KLAIM PEMOHON
Dalam sidang hari Senin (1/4/2024), MK mengagendakan pemeriksaan perkara dengan acara pembuktian pemohon Anies-Cak Imin.
Baca Juga
Bambang Eka Cahya Widodo selaku ahli pemilu yang dihadirkan pemohon menegaskan, tindakan KPU membiarkan Gibran mengikuti tahapan pencalonan dalam proses pendaftaran dan verifikasi dokumen bakal pasangan calon, merupakan bentuk kesengajaan terhadap pelanggaran dari prinsip kepastian hukum.
Alasannya, verifikasi terhadap Gibran masih menggunakan dasar hukum Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023. Seharusnya, KPU menggunakan dasar hukum PKPU Nomor 23 Tahun 2023 yang telah disesuaikan dengan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023.
“Penerimaan yang tidak memenuhi syarat ini sebagai bentuk diskriminatif,” jelas Bambang Eka saat memaparkan dalilnya di ruang Sidang Pleno MK.
Alhasil, pemilu sebagai demokrasi prosedural mengalami disfungsi elektoral. Untuk itu, Bambang Eka menegaskan UU Pemilu tidak semestinya diubah di tengah pemilu agar tercipta kesempatan yang sama dan tidak ada pihak yang secara spesifik diuntungkan oleh perubahan tersebut.
Pada hari yang sama, ekonom senior Faisal Basri menyinggung praktik politik ‘gentong babi’ hingga mobilisasi pejabat untuk memenangkan paslon 02. Menurutnya, hal ini memicu politisi untuk memanfaatkan instrumen seperti bansos dalam meningkatkan suara di pemilu.
Faisal Basri menyebut penggelontoran bansos efektif mempengaruhi hal tersebut baik secara kuantitatif maupun kualitatif.
“Pork barrel itu sebetulnya metafora dari menggelontorkan uang, celengan juga kan simbolnya biasanya babi, gitu. Lebih parah di Indonesia, tidak hanya menggelontorkan uang, tapi juga mobilisasi pejabat sampai ke level bawah,” lanjutnya.
Dia lantas menyebut sejumlah pejabat dalam lingkaran pemerintahan Presiden Jokowi seperti Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, hingga Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan. Menurut Faisal Basri, nama-nama menteri tersebut menjadi figur yang paling vulgar dalam menunjukkan apa yang dituduhkannya.
“Jadi, uangnya sudah ada, tapi kurang magnetnya, maka harus ditujukan yang ngasih secara demonstratif. Maka Airlangga Hartarto, misalnya. Banyak menteri lain. Tapi yang paling vulgar, Airlangga Hartarto, Bahlil dan Zulkifli Hasan,” pungkasnya.
Dalil senada juga disinggung para ahli dan saksi yang dihadirkan pemohon Ganjar-Mahfud dalam sidang hari Selasa (1/4/2024).
Profesor Filsafat STF Driyarkara Franz Von Magnis Suseno menilai, presiden tidak cukup asal tidak melanggar hukum. Presiden dituntut lebih untuk menunjukkan kesadaran bahwa tanggung jawabnya adalah menjamin keselamatan seluruh bangsa dan tidak menguntungkan keluarga, kerabat, atau kawannya karena presiden milik semua rakyat.
“Kegawatan pelanggaran etika, bahwa masyarakat akan mentaati pemerintah dengan senang apabila pemerintah bertindak atas dasar hukum yang berlaku adil dan bijaksana, tidak dasar atas hukum dan kepentingan seluruh masyarakat untuk menguntungkan kelompoknya,” ujar Franz.
Sosok yang akrab disapa Romo Magnis tersebut memerinci pelanggaran-pelanggaran etika yang terjadi pada Pemilu 2024 antara lain pencalonan Gibran sebagai cawapres, keberpihakan presiden, nepotisme, pembagian bansos, serta manipulasi-manipulasi proses pemilu. Menurut Romo, pencalonan Gibran diwarnai pelanggaran etika berat.
Setali tiga uang, pakar hukum tata negara Universitas Andalas Charles Simabura menyebut dalil pelanggaran terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dalam Pilpres 2024. Menurutnya, aparat pemerintah dan penyelenggara pemilu rentan menjadi pihak yang potensial dalam pelanggaran TSM.
“Politik hukum kita selalu mengarahkan ke situ itu. Faktanya dalam setiap pemilu kita, yang melakukan pelanggaran terstruktur itu ya dua pihak itu. Ya kalau tidak penyelenggara pemilu, ya aparat pemerintah,” urai Charles.
Sementara itu, ahli rekayasa perangkat lunak dan manajemen Universitas Pasundan Leony Lidya melakukan diagnosis terhadap Sirekap berdasarkan sudut pandang perekayasa sistem sekaligus pengalaman menjadi programmer. Dia menyimpulkan, kontroversi yang terjadi pada Sirekap adalah by design, mulai dari tahapan mengunggah C1 di TPS (tempat pemungutan suara) sampai KPU mengeklaim tidak lagi memakai Sirekap.
“Ketika KPU mengabaikan Sirekap dengan berdalih bahwa Sirekap tidak dipakai rekapitulasi berjenjang saya sudah melihat Sirekap sebagai saksi bisu kejahatan Pemilu 2024,” ucap Leony.
RESPONS TERMOHON
Pada Rabu (3/4/2024), ahli dari KPU menjawab tudingan kecurangan terkait penggunaan Sirekap. Dia menjawab klaim anggota tim hukum paslon 01, Bambang Widjojanto yang mengatakan bahwa telah terjadi fraud atas selisih suara di Sirekap, sehingga patut dilakukan audit forensik.
Marsudi Wahyu Kisworo selaku ahli yang dihadirkan KPU mengatakan bahwa tidak ada bukti terjadi fraud karena Sirekap merupakan aplikasi yang dilatih pengembang (developer).
“Saya bukan ahli hukum, tapi saya pernah dengar begini, bahwa fraud itu salah satu syaratnya adalah adanya mens rea, ada niat di situ. Nah, sementara yang mengkonversi gambar menjadi angka itu kan software, aplikasi, sistem sebuah aplikasi,” katanya dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Dengan demikian, dia menjelaskan bahwa Sirekap tidak memenuhi syarat mens rea. Dia menyarankan agar pertanyaan ditujukan kepada pengembang terkait bagaimana perangkat lunak itu dilatih.
“Nanti bisa ditanya pada developer, di-training-nya dengan tulisan tangan berapa banyak, biasanya ribuan tulisan tangan. Tetapi biarpun di-training dengan ribuan tulisan tangan, tetap namanya mesin itu tidak se-perfect manusia, pasti ada kesalahan,” lanjutnya.
Itu sebabnya, dia menyebut bahwa audit forensik belum perlu dilakukan. Menurutnya, belum terdapat bukti absah telah terjadi tindak pidana.
“Apakah cukup untuk audit forensik? Saya berpendapat belum, karena belum ada terjadi tindak pidana di sana. Kecuali bisa dibuktikan ada tindak pidana atau fraud, maka bisa dilakukan audit forensik,” tandas Marsudi.
Sementara itu, saksi KPU, analis keamanan tim pengembang Sirekap, Yudistira Dwi Wardhana Asnar mengungkapkan bahwa perangkat lunak Sirekap Pemilu 2024 telah diaudit oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
“Apakah kami sudah diaudit? Sudah, kami sudah diaudit. Ada dua lembaga yang melakukan audit, BRIN melakukan audit, dan BSSN telah melakukan technical assessment,” katanya.
Yudistira lantas menghela napas sejenak usai mengatakan hal tersebut. Di depan majelis hakim konstitusi, dia mengaku telah lama menahan fakta ini, meskipun tak menjelaskan penyebabnya.
“Karena cukup lama saya harus menahan fakta ini, mohon maaf Yang Mulia,” ujarnya dengan emosional.
Dia lantas berterima kasih kepada kedua lembaga negara tersebut. Menurut Yudistira, apa yang dilakukan kedua lembaga telah membuat kinerja pihaknya menjadi lebih baik.
PIHAK TERKAIT
Pada hari ini, Kamis (4/4/2024), kubu paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menjalani sidang sengketa hasil Pilpres 2024 di MK. Sebagai pihak terkait, mereka akan menyampaikan pembuktian dan keterangan dari ahli dan saksi yang dihadirkan.
Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra menyatakan akan membawa sebanyak 8 ahli dan 6 saksi.
Dia meyakini bahwa timnya akan mementahkan bukti dan argumen dari kedua pemohon yaitu paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
“Kami optimistis bahwa persidangan ini berjalan baik dan insyaallah akan memenangkan kami sebagai kuasa hukum dari paslon nomor urut 2 sekaligus pihak terkait dalam persidangan ini,” katanya kepada wartawan usai sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (3/4/2024).
Terdapat sejumlah nama besar dalam daftar ahli dan saksi tersebut. Dari jajaran ahli, misalnya, terdapat nama eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham), Eddy Hiariej.
Selain Eddy, paslon 02 juga menghadirkan; Guru Besar Ilmu Hukum Konstitusi Universitas Pakuan, Andi Muhammad Asrun; pakar hukum, Abdul Chair Ramadhan; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Aminuddin Ilmar; pakar hukum tata negara, Margarito Kamis; Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan IPDN, Halilul Khairi; Pendiri lembaga survei Cyrus Network, Hasan Hasbi; dan Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari.
Sementara itu, dari jajaran saksi, terdapat nama Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung. Selain itu, saksi lainnya terdiri dari Gani Muhammad; Andi Bataralifu; Suprianto; Abdul Wahid dan Ace Hasan Sadili.
Tentu, keterangan dari para ahli dan saksi yang dihadirkan paslon 02 itu akan menambah 'panas' dinamika sidang sengketa hasil Pilpres 2024. Apalagi, Jumat (5/4/2024) besok, MK telah mengagendakan kesaksian dari empat menteri Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Jokowi.