Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jejak Perolehan Suara PPP, Golkar, PDIP dari Pemilu 1977 sampai 2024

PPP harus gigit jari pada Pemilu 2024, perolehan suaranya tidak mampu menembus angka 4%. Pertama kali dalam sejarah PPP gagal ke Senayan.
Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono (keempat kiri) didampingi Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy (kedua kiri) menyampaikan keputusan Rapat Pimpinan Nasional PPP di Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (26/4/2023). PPP mendeklarasikan dukungannya kepada bakal calon presiden dari PDI Perjuangan yakni Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/tom.
Plt Ketua Umum DPP PPP Muhamad Mardiono (keempat kiri) didampingi Ketua Majelis Pertimbangan PPP Romahurmuziy (kedua kiri) menyampaikan keputusan Rapat Pimpinan Nasional PPP di Sleman, DI Yogyakarta, Rabu (26/4/2023). PPP mendeklarasikan dukungannya kepada bakal calon presiden dari PDI Perjuangan yakni Ganjar Pranowo dalam Pilpres 2024. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah/tom.

Bisnis.com, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) secara mengejutkan gagal lolos ke parlemen. Perolehan suaranya di bawah ambang batas parlemen alias parliamentary threshold. Persisnya hanya 3,87%.

Ini adalah kegagalan pertama PPP dalam kurun 50 tahun terakhir. Sebagai partai tertua peserta pemilihan umum alias Pemilu, partai berlambang Kabah itu terancam tersisih dan berada jauh dari hiruk pikuk politik 5 tahun ke depan.

Nasib PPP berbeda jauh dari dua rival abadinya yakni PDIP (dulu PDI) dan Golkar. PDIP dan Golkar sejak reformasi bergulir belum pernah terlempar dari peringkat 3 besar. Golkar bahkan pernah sekali menjadi pemenang pemilu yakni Pemilu 2004.

Sedangkan PDIP kali ini berhasil hatrick dari Pemilu 2014, 2019, dan 2024. PDIP adalah partai  paling mujur karena sudah memenangkan 4 pemilu sejak reformasi bergulir.

Adapun PPP adalah fusi alias gabungan dari berbagai macam ideologi politik maupun partai politik yang berlandaskan Islam. Fusi ini terjadi seiring dengan penerapan 'politik massa mengambang' saat rezim Orde Baru sedang mengonsolidasikan kekuasan pada 1970-an silam.

Kendati demikian, fusi partai Islam itu tidak serta merta menjadikan PPP sebagai pemenang Pemilu. Suara PPP selalu berada di bawah superioritas Golkar. 

Pada pemilu 1977, misalnya, data KPU menunjukkan PPP hanya berhasil meraup suara sebanyak 99 kursi atau 27,5 persen dari 360 kursi parlemen. Angka ini jauh di bawah Golkar yang memperoleh 232 kursi atau 64,4 persen suara. PDI adalah cerita lain dalam sejarah Orde Baru. Partai ini selalu memperoleh suara paling sedikit dalam setiap Pemilu berlangsung.

Pada tahun 1982, suara PPP justru tergerus. Partai ini hanya memperoleh 94 kursi atau turun sebanyak 5 kursi. Demikian juga dengan PDI yang turun dari 29 menjadi 24 kursi. Suara beralih ke Golkar yang naik 10 kursi menjadi 242.

Suara PPP kembali tergerus pada pemilu 1987 menjadi 61 kursi atau anjlok menjadi 15,2 persen kursi di parlemen. Suara PPP digerus oleh melonjaknya suara PDI yang naik menjadi 40 kursi akibat Megawati Effect.

Pada dekade 1990-an, suara PPP membaik. Era keterbukaan menggerus suara Golkar sebagai penguasa. Pada pemilu 1992, PPP memperoleh kursi sebanyak 62 atau sebanyak 15,5 persen dari 400 kursi. 

PDI menjadi partai yang paling banyak memperoleh swing voter dari Golkar dengan perolehan 56 kursi atau mampu tembus di angka 14 persen. Suara Golkar tergerus menjadi 282 kursi. 

Menariknya, suara PPP di Pemilu 1997 kembali melonjak. PPP memperoleh sebanyak 89 kursi atau 20,9 persen dari 425 kursi. Melonjaknya suara PPP terjadi usai represi pemerintah Orde Baru terhadap PDI pro Mega (Megawati Soekarnoputri). Terutama setelah peristiwa 27 Juli 1996 atau Kuda Tuli.

Golkar suaranya kembali naik menjadi 325 kursi karena mendapat sokongan militer dan penguasa. Sementara PDI harus puas di peringkat buncit. Kursinya hanya tersisa sebanyak 11 di DPR akibat represi Orde Baru.

Pada awal reformasi dengan sistem multi partai, nasib PPP sebenarnya lebih baik. Pada Pemilu 1999, mereka mendapat kursi sebanyak 58, Pemilu 2004 58 suara, Pemilu 2009 turun menjadi 38 suara, tahun 2014 39 kursi.

Namun pada Pemilu 2019, suara PPP anjlok menjadi 29 kursi atau turun 20 kursi. Pemicunya tentu karena kisruh dan konflik internal. Pemilu 2024 jelas merupakan tantangan lain bagi PPP. Elektabilitas mereka kini hanya di kisaran 2 - 3 persen. 

Sayangnya, Dewi Fortuna sepertinya tidak berpihak kepada PPP pada Pemilu 2024. Mereka gagal ke Senayan. Tidak ada satupun kursi tersisa. PPP, partai tertua, rumah besar umat Islam kini harus terdepak dari gegap gempita politik Senayan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Edi Suwiknyo
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper