Bisnis.com, JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap 1.047 mahasiswa Indonesia diduga menjadi korban kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus ferienjob di Jerman.
Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan kasus ini berawal dari laporan KBRI Jerman soal 4 mahasiswa yang mengikuti ferienjob di Jerman.
Setelah dilakukan pendalaman, KBRI mencatat program ini dijalankan oleh 33 kampus di Indonesia. Perlu diketahui, ferienjob merupakan pekerjaan paruh waktu yang dilakukan saat masa libur.
"Total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 mahasiswa yang terbagi di 3 agen tenaga kerja di Jerman," ujarnya dalam keterangan, dikutip Rabu (20/3/2024).
Djuhandhani menerangkan, kasus dugaan TPPO ibi melibatkan PT CVGEN dan PT SHB. Mulanya, korban dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke PT CVGEN.
Selain itu, mahasiswa juga harus membayar surat penetapan atau LOA sebesar €150 ke PT SHB. Setelah LOA diterbitkan, korban dugaan TPPO ini juga perlu membayar €200 ke PT SHB untuk persetujuan tenaga kerja di Jerman untuk persyaratan pembuatan visa.
Baca Juga
Mahasiswa yang menjalani ferien job di Jerman ini juga dibebankan sebesar Rp30 juta - Rp50 juta yang dipotong dari penerimaan gaji per bulannya.
"Korban melaksanakan ferienjob tersebut dalam waktu selama 3 bulan pada Oktober-Desember 2023," imbuhnya.
Adapun, Djuhandhani juga menuturkan modus yang dilakukan perusahaan terkait dengan ferienjob ini dilakukan dengan iming-iming program pemerintah ke kampus di Indonesia.
Padahal, Kemenbudristek dengan tegas bahwa program ferienhobbvukan merupakan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM).
"Namun, tetap mengirimkan mahasiswa untuk magang mengikuti program ferien job yang kenyataannya dipekerjakan layaknya buruh di Jerman," tambahnya.
Kepolisian juga telah menetapkan lima tersangka di antaranya ER (39), A (37), SS (65), AJ (52) dan MZ (60). Kelima tersangka ini berperan untuk memuluskan modus ferienjob ini ke kampus di Indonesia.
Atas perbuatannya, para tersangka terancam dijerat Pasal 4 UU No.21/2007 Tentang Pemberantasan TPPO dengan ancaman penjara paling lama 15 tahun penjara dan denda Rp600 juta.
Selain itu, pelaku juga dipersangkakan Pasal 81 UU No.17 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan pidana denda paling banyak Rp15 miliar.